SELAMAT BERGABUNG BERSAMA KAMI KOMUNITAS ADVOKAT MUDA, TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA

Kamis, 26 Agustus 2010

Panitia Diminta Aktif Telusuri Rekam Jejak

Jakarta, Kompas - Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Yudisial diminta secara aktif dan sistematis menelusuri rekam jejak 40 calon yang lolos seleksi makalah. Panitia diminta tidak hanya menunggu masukan atau informasi dari masyarakat.

"Sejauh ini Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa dijadikan contoh. Jangan karena ini hanya pimpinan KY dan bukan pimpinan KPK mereka tidak mencari rekam jejak secara serius," kata Direktur Indonesia Legal Roundtable Asep Rahmat Fajar, Minggu (22/8) di Jakarta.

Sebelumnya, Panitia Seleksi Pimpinan KY telat mencoret 131 orang dari 171 peserta seleksi karena dinilai tidak memenuhi syarat. Calon-calon itu dinilai kurang memahami kondisi KY saat ini dan tantangan ke depan.

Hanya 40 orang yang lolos ke tahap berikutnya, yaitu profile assessment test atau tes psikologi, yang akan dilaksanakan pada 24-25 Agustus mendatang (bukan 23-24 Agustus seperti diberitakan pekan lalu). Rencananya, Panitia Seleksi KY akan mengumumkan hasil tes kepribadian itu 30 Agustus.

Terkait proses tersebut, Ketua Panitia Seleksi Pimpinan KY Harkristuti Harkrisnowo beberapa waktu lalu meminta masukan dari masyarakat terkait 40 calon tersebut. "Kami berharap diberi data semua calon, termasuk incumbent (pimpinan KY petahana). Apa ada catatan untuk jadi bahan menentukan hasil profile assessment, tracking (penelusuran), dan wawancara," kata Harkristuti.

Sebelumnya, dua unsur pimpinan KY petahana, Soekotjo Soeparto dan Chatamarrasjid, lolos dalam seleksi tahap kedua. Bersama keduanya, terdapat hakim agung Abbas Said.

Visi dan misi calon

Secara terpisah, kemarin Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dengan Koalisi Pemantau Peradilan menggelar diskusi dan pemaparan visi dan misi calon anggota KY. Mereka menghadirkan dua calon anggota KY dari DI Yogyakarta dan seoang calon anggota KY dari Solo. Ketiga calon anggota KY tersebut adalah Jawahir Thontowi, Suparman Marzuki, dan Muhammad Taufik.

Jawahir Thontowi, dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, antara lain, memaparkan soal pemasukan peran KY sebagai lembaga pengawas eksternal terhadap kekuasaan kehakiman. Suparman Marzuki, Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia UII, menambahkan perlunya penguatan kewenangan KY. Sementara M Taufik, salah satu pengacara di Solo, menilai, revitalisasi harus menyentuh internal institusi kehakiman mulai dari perekrutan yang menyediakan forum pelatihan dan pendidikan etika perilaku hakim.

Direktur Pukat UGM Zainal Arifin Mochtar menyatakan perlunya menguatkan peran KY sehingga berfungsi efektif merekrut hakim agung, mengawasi, dan menegakkan kehormatan peradilan.

Peneliti Pukat, Hifdzil Alim, mengaku pihaknya sudah menelusuri latar belakang calon anggota KY dari DIY. (WKM/ANA)

Kamis, 29 Juli 2010

Surat Ketua Mahkamah Agung kepada Presiden KAI, Perihal Wadah/Organisasi Advokat



Senin, 26 Juli 2010

Ancaman class action terhadap Walikota berlanjut

Tutut Indrawati 25 Juli 2010

Solo (Espos)–Koordinator MT & P law firm sekaligus Pengacara Solo, M Taufik hingga saat ini dipastikan masih konsekuen untuk mengancam mengajukan class action terhadap Walikota Solo, Jokowi.

Pengajuan class action tersebut menyusul buruknya penataan parkir sekaligus terjadinya pengalihfungsian trotoar di sepanjang ruas jalan Slamet Riyadi. Berdasarkan data yang dihimpun Espos, mulai pertengahan Juli ini, pengacara Muh Taufik secara mengejutkan memberanikan diri untuk mengugat Jokowi. Setidaknya, hal tersebut akan dilakukan begitu pelantikan dilangsungkan tanggal 28 Juli nanti. Sembari menunggu waktu yang sudah direncanakan, pihaknya menunggu real action yang dilakukan Pemkot dalam waktu dekat.

“Hingga pekan ini saya melihat memang belum ada perubahan signifikan di ruas jalan Slamet Riyadi. Seperti yang diketahui, keberadan ruang publik berupa trotoar di jalan utama Solo ini sudah beralih fungsi menjadi tempat parkir. Sebut saja kawasan Hotel Western, Tony Jack, Solo Square, SGM, Indosat, LP, dan BCA Purwosari,” tegas dia saat ditemui wartawan di ruang kerjanya akhir pekan lalu.

Lebih lanjut dia mengatakan, sebelum mewacanakan bakal mengajukan class action, pihaknya sudah berusaha melakukan pendekatan dan koordinasi dengan Pemkot Solo. Dari pembicaraan yang ada, justru semakin membuktikan bahwa pengalihan fungsi trotoar tersebut begitu kentara. Menurut dia, pengajuan class action yang akan diajukannya dalam waktu dekat merupakan insiatif pribadi dan tanpa tendensi apapun. Sehingga, diharapkan kepada seluruh elemen masyarakat dapat memaklumi tujuan itu.

Dia mengatakan, terjadinya pengalihan fungsi trotoar di sepanjang ruas jalan Slamet Riyadi mengakibatkan pemandangan di jalan utama itu kurang menarik. Pasalnya, arus lalulintas menjadi macet dan memperburuk rupa Kota Solo. Padahal, disesuaikan dengan segala kondisi yang ada, mestinya Kota Solo masih dapat bebas dari kemacetan.

“Kalau memang begitu, selama pelantikan dilakukan dan tidak terjadi perubahan apa-apa, maka dalam waktu satu pekan berikutnya ancaman class action itu akan menjadi kenyataan. Saya menjamin omongan saya ini, tunggu saja,” ulas dia.

Konsep Pembangunan Sudah Salah Sejak Awal

Harian Joglosemar, Minggu, 25/07/2010 09:00 WIB - Deniawan Tommy Chandra Wijaya

Maraknya penyalahgunaan area publik untuk kepentingan bisnis itu mengusik kalangan akademisi Solo. Prof. Andrik Purwarsito, guru besar FISIP UNS, sepakat Pemkot Surakarta yang harus bertanggung jawab dalam perampasan area publik tersebut. ”Pemkot tidak bisa lari. Karena ini bukti Pemkot setengah hati dalam menjalankan tugas dan mengawasi jalannya pembangunan,” katanya.
Ia menilai, dalam merencanakan pembangunan, Pemkot sudah salah sejak awal. Karena hampir seluruh bentuk kebijakan yang terkait tata kota dan pengembangan ruang wilayah Kota Solo, mengarah ke bentuk kota metropolitan.
Ia berpendapat, dalam merencanakan pembangunan, Pemkot semestinya berpijak pada konsep kota agraris, di mana kelestarian alam dan peninggalan cagar budaya menjadi fokus utama pengembangan kota. Konsep seperti itu, kata dia, pernah dilakukan pemerintahan Paku Buwono X, raja Keraton Surakarta.”Di situ ada tempat hiburan, pusat bisnis dan perbelanjaan, tapi tidak merusak atmosfer budaya dan kelestarian alam seperti sekarang ini. Karena pendekatannya adalah konsep agraris bukan metropolitan. Saya pernah menyarankan ini kepada Jokowi,” ujarnya.
Andrik menyoroti, banyak bangunan di Kota Solo yang sebenarnya tidak pas dengan fungsinya, seperti city walk. Menurutnya, konsep pembangunan city walk hanya sekadar diadopsi dari manca negara, yang belum tentu sesuai dengan kebiasaan dan karakter warga Solo. ”Solo itu punya ikon transportasi tradisional seperti becak, dan dokar, yang harusnya jangan digusur tetapi dibikinkan jalur khusus. Saya kira itu lebih pas dari pada city walk di mana mayoritas warga Solo bukan tipe pejalan kaki seperti di Jepang, Singapura, dan Eropa,” paparnya.
Deniawan Tommy Chandra Wijaya

Perampasan Area Publik Ganggu Jokowi

Harian Joglosemar, Minggu, 25/07/2010 09:00 WIB - Deniawan Tommy Chandra Wijaya

Keluar dari rumah dinas Walikota Surakarta, di Loji Gandrung pekan pertama Juli lalu, pria berbadan tegap itu masih tampak kesal. Dia baru saja bertemu dengan orang nomor satu di Kota Solo, Walikota Joko Widodo (Jokowi) lengkap dengan empat pejabat Pemkot Surakarta. Mereka antara lain, Kepala Dinas Tata Ruang, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Kepala Satpol PP, dan Kepala Bagian Perpakiran DLLAJR Kota Surakarta.
”Walikota bilang, perilaku hukum warga Solo sangat rendah. Banyak warga dan pengusaha menyalaggunakan fasilitas umum untuk kepentingan bisnisnya,” ujarnya, menirukan ucapan Jokowi. Dialah Muhammad Taufiq, seorang advokat yang siap-siap menggugat Walikota Jokowi, sejumlah pejabat dan pengusaha yang dia tuding bersekongkol merampas area publik untuk kepentingan bisnis. Dari pertemuan itu, walikota Jokowi menjanjikan segera menertibkan sejumlah titik area publik yang dipersoalkan itu.
Sedikitnya ada enam titik lokasi area publik yang hingga kini masih tampak semrawut. Area trotoar yang wajib bebas dari parkir kendaraan, justru dibanjiri banyak kendaraan. Enam titik area publik itu antara lain, pertama, trotoar dan jalur lambat depan Solo Square. Kedua, jalur lambat depan Tony Jack sampai Indosat. Ketiga, di sekitar Solo Grand Mal. Keempat, di depan BCA Purwosari. Kelima di depan Hotel Best Western, dan keenam di depan Lembaga Pemasyarakatan Surakarta.
Diancam Digugat
Di enam titik area publik itu seharusnya bebas dari parkir kendaraan. Namun, faktanya justru dibanjiri kendaraan baik dari karyawan maupun pelanggan atau warga. Investigasi Joglosemar di enam titik area publik itu, hingga pekan ketiga bulan Juli belum berbenah.
Senin, 19 Juli sampai Kamis, 22 Juli 2010 enam titik area publik itu tetap menjadi ladang rezeki para juru parkir. Di depan Solo Square, dari siang hingga petang, para pelanggan tetap memarkirkan kendaraannya di area trotoar. Pemandangan yang sama juga masih tampak di lima titik area publik lainnya. Yang terparah terjadi di sekitar Solo Grand Mal, area city walk selain dipadati dengan kendaraan juga dimanfaatkan para PKL untuk meraup rezeki.
Ironisnya, pemandangan itu sengaja dibiarkan para juru parkir yang resmi dengan tiketnya yang legal. ”Sudah biasa, yang penting parkirnya bisa tertib,” ujar salah seorang juru parkir di Solo Square. Namun, hal yang dianggap biasa itu, tetap saja menuai kecaman dari pejalan kaki yang merasa hak area yang disediakan negara sulit diakses. ”Ya, terganggu, ini kan lahan untuk pejalan kaki, bukan lahan parkir. Harusnya kendaraan itu parkir di dalam, atau mal itu bikin lahan parkir di dalam yang bisa menampung semua kendaraan, tidak di trotoar seperti ini,” keluh Joko Pambudi yang setuju trotoar bebas dari kendaraan.
Belum adanya pembenahan area publik seperti yang dijanjikan Jokowi, niat gugatan class action itu kembali mencuat. Ditemui di kantor hukumnya di Laweyan, Senin pekan lalu, Taufiq bersama beberapa rekannya tampak menyiapkan lembaran materi gugatan class action yang bakal dialamatkan ke pasangan kepala daerah terpilih Kota Surakarta, Jokowi dan FX. Hadi Rudyatmo (Rudi). ”Saya mewakili masyarakat Solo untuk menyampaikan kritik membangun kepada walikota dengan wujud gugatan, sebagai bukti rasa sayang kami terhadap mereka,” ujarnya.
Selain Walikota dan seluruh kepala dinas dan SKPD terkait, Taufiq bakal menggugat pihak Hotel Diamond, Best Western, Solo Grand Mall, Tony Jack, Solo Square, BCA, Indosat, dan beberapa bangunan perkantoran lainnya yang terbukti sengaja menggunakan area publik untuk lahan parkir dan kepentingan bisnis mereka.
Pemakaian area publik itu, dituding Taufiq sebagai bentuk perampasan lahan negara untuk rakyat. Selain itu, tindakan tersebut juga termasuk kategori memanipulasi peraturan hukum terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas fasilitas umum tersebut. ”Ironisnya Pemkot Solo seperti melegalkan itu dengan memberikan karcis parkir resmi, kepada juru parkir dengan tarif parkir yang tidak jelas, hingga seringkali menimbulkan konflik di masyarakat,” ungkapnya. ”Ini jelas merupakan perbuatan melawan hukum, dan diperkirakan merugikan negara miliaran rupiah per bulannya jika dihitung dari sisi sewa dan pajak tanah.”
Janji Ditertibkan
Kalkulasi kerugian negara itu, dia prediksi dengan merinci harga lahan yang mencapai jutaan per meternya.”Misalnya lahan di Slamet Riyadi per meternya sudah mencapai Rp 7 juta per meter,” kata dia mencontohkan.
Ia menilai, pengusaha yang tidak bertanggung jawab dengan memanfaatkan area publik itu melanggar Perda 6/2005 mengenai lalu-lintas dan angkutan jalan, serta pasal 170, dan 550 KUHP mengenai perampasan dan perusakan barang yang bukan miliknya dengan ancaman hukuman hingga 5 tahun penjara. ”Bahkan jika terbukti Pemkot Solo bersekongkol atau dengan sengaja membiarkan perusakan dan perampasan itu terjadi, maka sesuai dengan bunyi pasal 55, dan 56 KUHP maka ancaman hukuman kepada walikota bisa ditambah sepertiga kali vonis yang diberikan hakim,” tegasnya.
”Kami bersedia damai dengan Pemkot, jika fasilitas umum itu dikembalikan ke fungsinya. Jika tidak, gugatan akan jalan terus. Dan dead line kami hanya sampai seminggu selepas Jokowi-Rudi dilantik kembali,” ancamnya.
Menanggapi ancaman gugatan, Jokowi yang ditemui di Balai Kota pekan lalu, mengakui memang ada penyalahgunaan sarana dan fasilitas umum. Namun, ia menegaskan hal itu bukan sengaja dibiarkan hingga berlarut-larut. Ia pun berkelit untuk menempuh langkah selanjutnya, jika ancaman gugatan itu benar-benar terjadi. ”Semangat gugatan itu bagus-bagus saja dan saya hargai. Tapi yang penting kami akan menjawabnya dengan langsung aksi secara nyata, melalui UPTD terkait yaitu Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) untuk menertibkan itu secepatnya,” katanya.
”Kalau masalah parkir itu gampang, tapi jika untuk PKL ya tentu saja kami butuh waktu supaya tidak terkesan asal main gusur saja.”

Selasa, 20 Juli 2010

Kembalikan fungsi ruang publik

Solopos, 20 Juli 2010

TAJUK
Sekali-kali coba Anda melakukan survei kecil. Berapa lama Anda bisa berjalan terus menerus di atas trotoar di Kota Solo tanpa terganggu oleh halangan apa pun? Rasanya hal itu nyaris mustahil dilakukan, apalagi di kawasan pusat Kota Solo.

Tak heran jika kemudian seorang advokat di Solo menggalang dukungan warga untuk mengajukan gugatan class action kepada Walikota Solo atas maraknya alih fungsi ruang publik seperti trotoar menjadi pendukung kegiatan privat atau bisnis komersial. Untunglah, sejauh ini Walikota Solo mengakui banyaknya pelanggaran terkait penggunaan fasilitas publik di Kota Solo, terutama trotoar dan jalur lambat. Walikota melalui otoritas terkait di Pemkot Solo berjanji segera membenahi pelanggaran penggunaan fasilitas publik tersebut.

Seperti terlihat selama ini, memang hak masyarakat nyaris tak dipenuhi sama sekali dengan banyak berubahnya fungsi fasilitas publik. Trotoar dan jalur lambat berubah fungsi menjadi area parkir atau perluasan area perdagangan atau toko. Dengan leluasa, pemilik toko menggunakan trotoar sebagai tempat memajang barang dagangan atau lokasi parkir.

Belum lagi para pedagang kali lima yang juga menglaim banyak lahan fasilitas publik. Banyak pula dijumpai ruas trotoar dan jalur lambat yang seolah-olah “dikuasai” oleh aktivitas bisnis komersial seperti hotel, restoran, rumah makan dan sejenisnya. Bahkan ada yang kemudian memagari trotoar secara sepihak.

Kondisi ini terus terjadi dari tahun ke tahun tanpa terlihat adanya upaya penertiban secara tegas dan besar-besaran dari aparat Pemkot. Akibatnya, kota menjadi tidak manusiawi lagi. Mengemukanya ide gugatan class action adalah satu bentuk kesadaran warga Kota Solo untuk menuntut penataan dan pengelolaan kota yang manusiawi. Hal ini sekaligus menjadi peringatan bagi Pemkot Solo dan juga pemerintah di daerah lain untuk tidak mengabaikan kondisi yang seolah-olah sudah menjadi kewajaran itu.

Tentu kita semua berharap, gugatan class action ini harus benar-benar mewakili aspirasi warga kota. Jangan hanya menjadi sarana kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Fungsi ruang publik (apapun wujudnya, seperti trotoar dan jalur lambat) terkait erat dengan “kemanusiaan” sebuah wilayah atau kota. Sebuah kota atau wilayah yang kehilangan nilai-nilai kemanusiaan berarti mati. Mengembalikan fungsi ruang publik sama dengan melestarikan nilai-nilai kemanusiaan

Senin, 19 Juli 2010

Dikritik, Walikota janji berbenah

Solo (Espos)–Walikota Solo, Joko Widodo (Jokowi) berjanji akan melakukan pembenahan atas sejumlah perkara yang dikritisi advokat, M Taufik.

Sebelumnya, pengacara Solo tersebut menyampaikan kritik atas alih fungsi lahan trotoar di sepanjang Jl Slamet Riyadi. Dalam jumpa pers, Rabu (14/7), Taufik menyayangkan sikap Pemerintah Kota (Pemkot) Solo yang memberi peluang pelanggaran atas regulasi mengenai lalu lintas dan angkutan jalan, khususnya kepada para pengusaha kelas menengah ke atas. Tindakan Pemkot juga dituding melanggar Peraturan Daerah (Perda) No 6/2005 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Walikota menerangkan, pihaknya telah meminta Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) segera melakukan pembenahan. Pembenahan dimaksud terkait upaya mengembalikan fungsi trotoar sebagaimana ketentuan dalam regulasi. Walikota mengakui ada yang tidak tepat dengan pemanfaatan lahan trotoar. Untuk itu, dalam waktu dekat, dia berjanji penertiban bakal dilakukan.

“Saya sudah ketemu pekan lalu, ya sudah. Ini sudah ke Pak Yob (Yob S Nugroho, Kepala DTRK Solo), DTRK nanti yang turun tangan. Akan ditertibkan, ya untuk trotoarnya, PKL (pedagang kaki lima) juga. Itu memang perlu dibenahi,” tegas Walikota, saat ditemui wartawan, di Balaikota, Jumat (16/7).

Minggu, 18 Juli 2010

Alih Fungsi Fasum untuk Kepentingan Umum

Suara Merdeka, edisi 19 Juli 2010

SOLO-Pemkot Surakarta tak ingin bersengketa di ranah hukum, terkait ancaman gugatan class action yang dilancarkan Firma Hukum Muhammad Taufik. Karena menurut Wali Kota Joko Widodo, rencana gugatan itu justru menjadi pendorong perbaikan.

Seperti diberitakan (14/7), Muhammad Taufik menilai, fasilitas umum (fasum) yang dialihfungsikan merupakan pelanggaran. Sejumlah fasum yang mendapat sorotan adalah trotoar dan jalur lambat yang digunakan untuk parkir atau berjualan.

Taufik juga menyoroti kondisi city walk yang justru menjadi lokasi pedagang kaki lima (PKL). Padahal, seharusnya merupakan akses untuk pejalan kaki.

Gugatan itu menurut rencana akan dilayangkan sepekan setelah pelantikan wali kota dan wakil wali kota terpilih pada Rabu mendatang (28/7). ’’Saya sudah bertemu dengan Pak Taufik soal penataan kota itu. Itu sebagai masukan yang baik dan kami pun sudah langsung ambil tindakan,’’ kata dia di Bale Tawangarum, Jumat (16/7).

Tindak lanjut itu, kata dia, sudah dikoordinasikan dengan pihak terkait. Misalnya Dinas Perhubungan (Dishub) yang memperingatkan sejumlah titik parkir yang menyalahi aturan.

Begitu pun dengan penataan PKL oleh Dinas Pengelola Pasar (DPP). Jokowi, begitu dia akrab disapa, melihat masalah tersebut tak perlu masuk ke ranah hukum.
’’Kalau kami diam saja ya itu silakan dibawa ke hukum. Tapi ini kan sudah ada perbaikan-perbaikan.’’

Beralih Fungsi

Hal senada disampaikan Sekda Budi Suharto. Dia menjelaskan, para pemilik usa­ha juga sudah diperingatkan terkait pe­nyalahgunaan fasum tersebut.

’’Saya kok tidak berpikir untuk masuk ke pengadilan. Tetapi adanya rencana class action itu tentu menjadi perhatian dan katalisator untuk perbaikan. Langkah itu juga sudah mulai kami lakukan,’’ ungkap Budi.

Kepala Dinas Pengelolaan Pasar Subagiyo mengakui, kawasan tersebut dioptimalkan untuk pemberdayaan ekonomi rakyat, salah satunya memberi ruang pada PKL. Keberadaan PKL sekaligus memberi fasilitas bagi yang bekerja di perkantoran sepanjang city walk agar mudah mendapat ma­kanan atau minuman. (J6-56,26)

Dituding alihfungsikan trotoar, walikota diancam class action

Solopos, edisi 14 Juli 2010

Solo (Espos)–Terjadinya alih fungsi trotoar di sepanjang ruas jalan Slamet Riyadi menyebabkan Walikota Solo, Jokowi diancam mendapatkan class action akhir bulan ini. Pengalihfungsian trotoar tersebut dianggap sebagai sebuah pelanggaran Perda lalulintas dan angkutan jalan serta mengarah ke perbuatan kriminal.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Koordinator MT & P law firm sekaligus Pengacara Solo, M Taufik di hadapan wartawan saat menggelar acara jumpa pers di kawasan Solo, Rabu (14/7). Pada kesempatan itu, M Taufik menyayangkan tidak adanya ketegasan terhadap penataan trotoar di ruas jalan Slamet Riyadi yang dikenal banyak dihuni kalangan pengusaha kelas menengah ke atas. Di mana, hal tersebut sangat njomplang dengan kawasan pasar di Banjarsari.

“Semua sudah tahu, kalau di Banjarsari dulu ada sekitar 2.000-an pedagang yang bersedia dipindah tanpa menimbulkan masalah. Nah, kenapa hal itu tidak dapat dilakukan di ruas jalan Slamet Riyadi,” kata dia.

Lebih lanjut dia mengatakan, terdapat beberapa titik di ruas jalan Slamet Riyadi yang secara terang-terangan mengalihkan fungsi trotoar sebagaimana mestinya, seperti di kawasan Hotel Western, Tony Jack, Solo Square, SGM, Indosat, LP, dan BCA Purwosari.

“Kalau memang tidak ada progress, setelah pelantikan tanggal 28 nanti (paling tidak sepekan setelahnya -red) class action akan kami ajukan. Toh, saya jamin ketika trotoar dikembalikan fungsinya, justru toko-toko yang ada di ruas Slamet Riyadi akan lebih ramai,” ulas dia.

Menurutnya, sejauh ini Walikota Solo dianggap hanya melakukan pembangunan secara fisik. Utamanya persoalan perilaku belum dilakukan pembangunan secara menyeluruh.

“Saya tidak akan berdamai menanggapi soal ini. Perlu diketahui juga, apa yang saya lakukan tidak ada kepentingan partai ataupun pengusaha. Ini murni sebuah apresiasi dari masyarakat Solo,” kata dia.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Espos, tanggal 5 Juli 2010 terjadi pertemuan antara Walikota Solo beserta jajarannya dengan M Taufik. Di mana, pada kesempatan itu dibahas persoalan pengembalian fungsi trotoar sebagaimana mestinya. Saat itu Walikota juga pernah menjanjikan akan menindak tegas terhadap unsur yang mengalihkan fungsi utama trotoar.

“Walikota kan punya hak diskresi, jadi gunakan hak tersebut. Hari ini tadi saya juga mendapatkan telepon dari Wawali kalau class action yang diajukan hendaknya dipending dulu. Karena, sejauh ini saya sedang bekerja,” ujar dia.


Minggu, 11 Juli 2010

Wajah Trotoar Kota Solo

Setelah pertemuan dengan Walikota tanggal 5 Juli 2010, Walikota berjanji akan segera melakukan tindakan terhadap para pengusaha maupun pedagang yang melanggar fasilitas umum. Namun, apa kenyataannya, tidak ada perubahan sama sekali terhadap tempat-tempat tersebut. Inilah foto-foto pelanggaran terhadap penggunaan fasilitas umum. (Foto diambil pada hari Minggu, 11 Juli 2010)

Depan Hotel Best Western


City Walk di sekitar Solo Grand Mall


Depan Lembaga Pemasyarakatan, Sebelah selatan Jalan


Sekitar Depan Lembaga Pemasyarakatan


Depan Kartor Disnakertrans Kota Surakarta


Depan Hotel Diamond, Jl. Slamet Riyadi

Jumat, 02 Juli 2010

WAJAH TROTOAR KOTA SOLO



Depan Solo Square









Depan Tony Jack


Depan Bank BCA Purwosari

Rabu, 30 Juni 2010

Siapkan gugatan class action Taufiq himpun warga nonpartai

Solopos, edisi Kamis 1 juli 2010 Hal III
Solo (Espos) Pengacara M Taufiq kini mulai menghimpun keterwakilan warga Solo dalam rencana gugatan class action kepada Walikota Solo, Jokowi awal pekan Juli 2010 ini.

Selain itu, pihaknya juga tengah melakukan sosialisasi kepada masyarakat Solo sebagai langkah awal mempersiapan gugatan hukum terkait maraknya pelanggaran Perda di Kota Solo. “Sosialisasi itu sebagai bagian dari publik hearing dan ruang menerima masukan-masukan dari warga,” kata Taufiq kepada Espos di ruang kerjanya, Rabu (30/6).

Meski demikian, Taufiq menolak keterwakilan warga Solo yang mengatasnamakan partai politik. Pihaknya hanya menerima warga Solo atas nama pribadi yang merasa dirugikan lantaran banyaknya lahan publik beralih ke penguasaan pribadi. “Sebab, gugatan ini untuk pendidikan hukum bagi warga Solo, bukan untuk kepentingan partai tertentu,” tegasnya.

Atas alasan itu pulalah, Taufiq sengaja tak mengambil momentum dalam berbagai kesempatan yang berpotensi ditunggangi kepentingan tertentu. “Jadi, setiap warga Solo yang cinta dengan kota ini, silakan bergabung untuk membenahi tatanan kota melalui jalur hukum,” tambahnya,

Pemkot, menurut Taufiq, sebenarnya memiliki kekuatan besar untuk menindak segala pelanggaran Perda yang terjadi di masyarakat. Sayangnya, sesal Taufiq, kekuatan besar ini—yang diistilahkan diskresi—tak berjalan sebagaimana layaknya. Sehingga, lambat laun pelanggaran Perda seakan menjadi bentuk kewajaran. “Jika menertibkan ratusan PKL saja mampu, kenapa menertibkan pengusaha-pengusaha besar yang memakai jalur lambat tak bisa,” tanyanya.

Sejumlah fakta yang disoroti Taufiq antara lain banyaknya perusahaan hotel, pertokoan usaha jasa lainnya yang sengaja memakai jalur lambat atau trotoar untuk usaha mereka. Bentuk pelanggaran Perda yang terjadi ialah lahan publik tersebut dipakai untuk lahan parkir, menaikkan turunkan barang, menaruh barang, hingga untuk kendaraan pribadi. “Hotel Best Western misalnya. Masak hotel berbintang lahan parkirnya memakai area publik?” terangnya.

Begitu pun di pusat perbelanjaan, seperti Solo Grand Mall atau Solo Square, yang menurutnya bahkan sudah menghilangkan lahan publik milik warga. - Oleh : asa

Senin, 28 Juni 2010

Pelanggaran Perda marak Walikota bakal digugat

Solo (Espos)
Pengacara M Taufiq dalam waktu dekat siap menyambut pelantikan walikota terpilih 2010-2015, Jokowi dengan gugatan class action. Gugatan itu terkait maraknya pelanggaran peraturan daerah (Perda) di Kota Solo.
Pengacara yang juga Ketua Peradi Solo tersebut menegaskan bahwa Solo kini penuh dengan pelanggaran Perda terkait fasilitas publik yang beralih ke penguasaan perorangan. ”Gugatan ini murni sebagai bentuk kecintaan saya atas Kota Solo, tanpa intervensi politik, ekonomi, atau kepentingan apapun,” tegas M Taufik kepada Espos, Sabtu (26/6).
Taufiq mengaku telah mengumpulkan sejumlah bukti terkait gugatan yang bakal dilayangkan awal pekan Juli nanti. Sejumlah bukti tersebut antara lain berupa daftar perusahaan-perusahaan disertai foto pelanggaran Perda IMB, tata ruang, serta Perda PKL di sejumlah kawasan jalan raya. Pelanggaran itu antara lain berupa pemakaian jalur lambat sebagai lahan parkir, trotoar untuk toko-toko, maupun city walk yang selama ini dipakai untuk parkir kendaraan dan jualan.
”Mereka adalah subjek yang terbukti melanggar Perda. Kami telah mengumpulkan unsur perwakilan yang dirugikan itu sebagai syarat-syarat terpenuhinya gugatan class action,” tegasnya.
Tak akan berdamai
Data-data itu akan dipakai untuk menggugat Pemkot Solo yang dinilai tidak serius menangani pelanggaran publik.
”Sebenarnya kami sudah lama ingin mengajukan gugatan ini. Namun karena ada acara-acara besar, mulai Pilkada, APMCHUD, Solo Batik Carnival, dan sebentar lagi pelantikan walikota terpilih, maka kami urungkan dulu. Kami tak ingin gugatan ini diintervensi kepentingan politik atau ekonomi,” paparnya.
Sebagai bentuk komitmennya, Taufiq berjanji tak akan berdamai dengan pihak-pihak manapun, termasuk pengusaha yang kaya sekalipun. Pihaknya hanya mau berdamai dengan Pemkot sepanjang walikota berani tegas menertibkan pelanggaran itu. ”Pelanggaran ini jelas merugikan hak warga Solo. Kepada pengusaha-pengusaha yang mencari ”makan” di Solo, ya mestinya patuh terhadap aturan di Solo,” urainya.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Tata Ruang Kota Solo, Yob S Nugroho menjelaskan Solo sebagai sebuah kota tentu tak lepas dari dinamika yang menyelimutinya. Bahkan, meski upaya penertiban terus digalakkan Pemkot, namun pelanggaran seakan terus bermunculan.
”Pemkot sebenarnya tak diam. Kini juga sedang menyiapkan Perda untuk penataan parkir. Tapi, intinya kami terbuka dengan segala kritik dari masyarakat,” terangnya. - Aries Susanto

Rabu, 09 Juni 2010

MT & P Bidik Penyalahgunaan Fasilitas Umum


Jumat, 04/06/2010 09:00 WIB - pin

GILINGAN—Kantor pengacara Muhammad Taufik & Partners (MT&P) tengah menyiapkan class action untuk menggugat banyaknya fasilitas umum di Kota Solo yang disalahgunakan. Hal itu diungkapkan oleh Muhammad Taufik selaku pemimpin MT&P saat berkunjung ke kantor Joglosemar, Kamis (3/6) sore.

Dijelaskan Taufik, bentuk penyalahgunaan fasilitas umum tersebut antara lain penggunaan city walk untuk tempat berjualan PKL, trotoar yang digunakan oleh toko untuk menaruh barang dagangan, serta jalur lambat yang digunakan untuk parkir mobil. Sebagian besar pelaku pelanggaran tersebut yakni perusahaan-perusahaan besar maupun kecil yang lokasinya berdekatan dengan fasilitas tersebut. Sehingga pelanggaran publik ini harus segera diluruskan agar tidak merugikan masyarakat umum dan pemerintah Kota Surakarta.

Ditambahkannya, saat ini pihaknya telah mengumpulkan bukti-bukti berupa nama perusahaan yang melanggar beserta dengan bukti autentik berupa gambar foto. Data-data ini nantinya akan digunakan untuk menggugat pemerintah yang dinilai tidak serius menangani pelanggaran publik. “Saya menilai itu dilakukan oleh sebuah perusahaan untuk kepentingan bisnis saja. Dan saya hanya ingin bernegosiasi dan berdamai dengan pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini,” ujarnya. (pin)

Rabu, 26 Mei 2010

Hadapi persaingan, Lawyer harus berkemampuan global

Dimuat di harian SOLOPOS tanggal 9 Mei 2010

By Arif Fajar on 8 Mei 2010

Solo (Espos)–Dalam era globalisasi, lawyer atau advokat di daerah dituntut mengembangkan diri agar bisa bersaing dengan lawyer asing. Lawyer semestinya tidak hanya berkutat pada masalah hukum dalam negeri tentang pidana dan perdata.

“Advokat yang hanya belajar tentang perdata dan pidana tidak akan mampu bersaing dengan lawyer asing. Padahal dalam pergaulan dunia yang tanpa batas atau borderless world ini mereka (lawyer asing) sudah banyak yang masuk ke negeri ini. Lalu kalau kita tidak siap, kita akan jauh ketinggalan,” ujar Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Surakarta, M Taufik kepada Espos di sela-sela acara ‘Sosialisasi Persetujuan Umum Tentang perdagangan Jasa (GATS/WTO) Dan Tantangan Bagi Profesi Hukum’, Sabtu (8/5) di RM Pringsewu Solo.

Oleh sebab itu, mulai sekarang advokat harus membuka diri untuk belajar tentang hukum global. Pihaknya juga mengakui adanya beberapa kelemahan lawyer lokal yang menjadi penghambat pengembangan karir mereka. Di antaranya adalah minimnya lawyer lokal yang menguasai bahasa asing sehingga sulit memahami hukum global.

Selain itu, firma hukum juga masih minim, padahal firma ini yang akan lebih dipercaya pihak asing. Para advokat lebih banyak yang membuka praktik sendiri. Sehingga dia menyarankan agar para lawyer ini bersinergi membuat firma.

Sementara itu, pakar Hukum Ekonomi Bisnis Internasional Undip Dr FX Joko Priyono SH MHum yang menjadi pembicara dalam acara tersebut juga menyampaikan beberapa solusi. Di antaranya adalah mengundang lawyer asing dan mengajaknya bergabung dalam firma. Diharapkan akan ada interaksi di dalamnya. “Interaksi tidak hanya menyangkut ilmu-ilmu hukum, tetapi juga Bahasa Inggris,” ujar pria yang merampungkan kuliah S3 di Unair.

Sementara itu, Ketua Bagian Hubungan Internasional pada Fakultas Hukum Undip Semarang, Kholis Roisah mengatakan kegiatan seminar tersebut merupakan upaya pemberdayaan lawyer, khususnya di Solo. Apalagi volume perdagangan di Solo sangat besar dan lebih besar dibandingkan dengan Ibukota Jawa Tengah, Semarang. Fakta ini memungkinkan kian bertambahnya investor asing yang masuk ke Solo dan membutuhkan jasa lawter.

“Nah, siapkah para lawyer khusunya Peradi Surakarta ini menghadapi globalisasi, misalnya menangani masalah bisnis-bisnis intermasional, perjanjian-perjanjian internasional dan sebagainya,” kata dia.

pin

Jumat, 21 Mei 2010

Makelar kasus Bergentayangan di Solo

Harian Joglosemar edisi Minggu, 25/04/2010

Sejumlah nama makelar kasus, bukan hal yang asing lagi bagi para advokat di Solo. Aksi mereka di ranah institusi penegak hukum cukup meresahkan para advokat yang serius dalam penegkan hukum dan keadilan. Beberapa makelar kasus ini sering terlihat di pengadilan, khususnya untuk kasus-kasus penyimpangan dana dari yayasan dan koperasi.

Dari berbagai sumber, tercatat ada tiga makelar kasus yang berkeliaran di wilayah Solo dan sekitarnya. Mereka berinisial Y, S dan SH.

Dengan aksi mereka, beberapa pihak yang tersandung kasus penyimpangan dana, bisa tuntas dan sekejap kasusnya ditutup. Anehnya, aksi mereka seperti membuat aparat penegak hukum seperti tak berdaya. Untuk membungkam aparat penegak hukum, tentunya dengan intimidasi dan pemberian uang suap.

Dalam menjalankan aksinya, mereka berkedok sebagai konsultan hukum gadungan. Karena setelah ditelusuri dari data Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) serta asosiasi para advokat seperti Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), nama para makelar kasus itu jelas tidak tercatat. Aksi mereka, jelas membuat geram para advokat di Solo, karena akses mereka ke institusi penegak hukum terhalang-halangi.

Keberadaan ketiga makelar kasus itu bukanlah isu belaka. Karena para advokat resmi pun membenarkan keberadaan dan ulah nakal mereka. Seperti yang diungkapkan Muhammad Taufiq, Ketua (Peradi) Cabang Solo. Peradi Solo yang beranggotakan 283 advokat ini, terang-terangan menyatakan perang terhadap para makelar kasus itu. ”Saya membenarkan ketiga makelar kasus itu memang ada. Mereka pengacara gadungan. Mereka tidak memakai istilah pengacara tapi konsultan hukum,” ungkap Taufiq saat ditemui di Kantor Peradi Solo.
”Mereka sering berkeliaran di pengadilan, kejaksaan, bahkan di kepolisian. Seharusnya aparat penegak hukum tahu itu.”

Berkedok Konsultan Hukum
Taufik mengatakan, sebenarnya, keberadaan para makelar kasus di wilayah Solo dan sekitarnya sudah ada sejak belasan tahun silam. Pihak Peradi mengaku sering memberikan masukan pada para aparat penegak hukum, namun itu terbukti tidak mempan. Karena hingga saat ini, aksi mereka masih berlangsung. ”Sayangnya hingga sekarang belum ada tindak lanjutnya,” kata Taufiq.
Ciri-ciri keberadaan para makelar kasus ini, sebenarnya sangat mudah dikenali, karena bisa dipastikan, mereka selalu terlihat dalam setiap acara sertijab pejabat hukum. Bahkan untuk meyakinkan para mangsanya, ketiga makelar kasus ini mendirikan kantor konsultan hukum, layaknya advokat. ”Tapi, mereka itu tak pernah beracara dalam hukum,” kata Taufiq.

Sedangkan modus operandinya, mereka mencari kasus dari media massa, atau dari jaringannya untuk kemudian merayu tersangka dengan iming-iming keringanan hukuman bahkan vonis bebas. Setelah tersangka termakan rayuan, para makelar kasus ini pun bergerilya untuk mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan.

”Untuk pengacara baku hantamnya, biasanya pakai dari Semarang. Sedangkan jenis kasus biasanya mereka pilih perkara koperasi atau badan usaha yang mau bangkrut karena tersandung masalah hukum. Tapi tak tertutup kemungkinan semua jenis kasus kejahatan bisa mereka makelarkan,” ungkap Taufiq.

Bahkan di lini kepolisian, kata Taufiq, para makelar kasus juga leluasa mengintervensi proses pembuatan BAP untuk para kliennya.”Ya, sampai ke pembuatan BAP segala,” ujarnya.
Terkait ongkos jasa sang makelar kasus, Taufiq mengatakan, berkisar antara puluhan hingga ratusan juta rupiah, tergantung jenis dan tingkatan kasus yang ditanganinya. Selain dikenal licin, dan rapi dalam bekerja, Taufiq mengungkapkan para makelar kasus ini juga sangat rakus dalam mencari korbannya. Bahkan dia mengaku, sudah berkali-kali ditawari kerjasama oleh para makelar kasus tersebut, tetapi selalu ditolaknya. ”Saya pernah dihubungi markus, dan terang-terangan mereka menawarkan diri untuk bekerjasama. Tapi saya tolak dan tidak saya temui,” tegasnya.

Taufik pun menegaskan jika Peradi tidak akan pernah menoleransi anggotanya yang terlibat kerjasama dengan makelar kasus. Dia berharap pihak kepolisian bisa secepatnya meringkus para makelar kasus ini, sebelum mencoreng citra kepolisian itu sendiri. ”Kami siap bekerjasama untuk itu, dan jika terbukti ada anggota Peradi yang terlibat markus, silakan tangkap dan pasti tidak akan kami lindungi,” janjinya.

Polisi Membantah
Meski ada data keberadaan markelar kasus di solo dan sekitarnya, seperti dibenarkan Peradi, namun pihak kepolisian membantahnya. Ketika dikonfirmasi Joglosemar terkait keberadaan makelar kasus seperti yang dibenarkan Peradi, Kasat Reskrim Poltabes Surakarta, Kompol Susilo Utomo mewakili Kapoltabes Kombes Pol Joko Irwanto mengatakan, belum menerima informasi apa pun dari Peradi. Selain itu, dia pun mengaku jika pihaknya, juga belum pernah mencium gelagat keberadaan makelar kasus di wilayah hukumnya.
Susilo mengatakan, dirinya terus memantau langsung aktivitas anggotanya dalam menjalankan tugas. Sehingga, dia menjamin tidak terjadi penyimpangan dari prosedur hukum yang ada. ”Sejauh yang kami tahu, sepertinya Kota Solo masih aman dari markus,” ujarnya.

Polisi Siap Memberangus
Dia menegaskan, jika semua tugas dan kewenangan yang dijalani kesatuannya semaksimal mungkin masih tetap berada dalam koridor yang benar, dan menjunjung tinggi martabat hukum itu sendiri. Bahkan Susilo menjamin, jika, semua hasil dari proses hukum yang ada bisa dipertanggung-jawabkan kebenarannya. ”Kami dalam bertugas selama ini masih bersifat normatif. Jika menemukan adanya penyimpangan, silakan lapor kepada kami,” tegasnya.
Terkait dengan makelar kasus berkedok konsultan hukum, Susilo menyatakan, juga tak pernah absen memantau perkembangan siapa saja advokat resmi di wilayah hukumnya. Selain itu, sebelum beracara, pihaknya pun selalu menanyakan identitas resmi si pengacara. Termasuk jika diperlukan juga berkoordinasi dengan berbagai pihak termasuk Peradi untuk mengecek keabsahan sang pengacara. ”Kami banyak kenal dengan pengacara resmi di Kota Solo. Jadi kalau ada pengacara palsu sepertinya akan sangat mudah kami ketahui,” tandasnya.
Akan tetapi jika Peradi berniat serius untuk mengungkap keberadaan makelar Kasus, Susilo menyatakan pihaknya siap untuk bekerjasama kapan saja. Bahkan, kerjasama untuk memberangus makelar kasus juga akan melibatkan aparat penegak hukum lain baik di kejaksaan maupun di pengadilan.”Silakan, kami siap bekerjasama dengan Peradi untuk memberantas markus. Dan kami juga tidak menoleransi apa pun bentuk markus itu sendiri,” pungkasnya. (***)

pin

Kamis, 26 Agustus 2010

Panitia Diminta Aktif Telusuri Rekam Jejak

Jakarta, Kompas - Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Yudisial diminta secara aktif dan sistematis menelusuri rekam jejak 40 calon yang lolos seleksi makalah. Panitia diminta tidak hanya menunggu masukan atau informasi dari masyarakat.

"Sejauh ini Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa dijadikan contoh. Jangan karena ini hanya pimpinan KY dan bukan pimpinan KPK mereka tidak mencari rekam jejak secara serius," kata Direktur Indonesia Legal Roundtable Asep Rahmat Fajar, Minggu (22/8) di Jakarta.

Sebelumnya, Panitia Seleksi Pimpinan KY telat mencoret 131 orang dari 171 peserta seleksi karena dinilai tidak memenuhi syarat. Calon-calon itu dinilai kurang memahami kondisi KY saat ini dan tantangan ke depan.

Hanya 40 orang yang lolos ke tahap berikutnya, yaitu profile assessment test atau tes psikologi, yang akan dilaksanakan pada 24-25 Agustus mendatang (bukan 23-24 Agustus seperti diberitakan pekan lalu). Rencananya, Panitia Seleksi KY akan mengumumkan hasil tes kepribadian itu 30 Agustus.

Terkait proses tersebut, Ketua Panitia Seleksi Pimpinan KY Harkristuti Harkrisnowo beberapa waktu lalu meminta masukan dari masyarakat terkait 40 calon tersebut. "Kami berharap diberi data semua calon, termasuk incumbent (pimpinan KY petahana). Apa ada catatan untuk jadi bahan menentukan hasil profile assessment, tracking (penelusuran), dan wawancara," kata Harkristuti.

Sebelumnya, dua unsur pimpinan KY petahana, Soekotjo Soeparto dan Chatamarrasjid, lolos dalam seleksi tahap kedua. Bersama keduanya, terdapat hakim agung Abbas Said.

Visi dan misi calon

Secara terpisah, kemarin Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dengan Koalisi Pemantau Peradilan menggelar diskusi dan pemaparan visi dan misi calon anggota KY. Mereka menghadirkan dua calon anggota KY dari DI Yogyakarta dan seoang calon anggota KY dari Solo. Ketiga calon anggota KY tersebut adalah Jawahir Thontowi, Suparman Marzuki, dan Muhammad Taufik.

Jawahir Thontowi, dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, antara lain, memaparkan soal pemasukan peran KY sebagai lembaga pengawas eksternal terhadap kekuasaan kehakiman. Suparman Marzuki, Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia UII, menambahkan perlunya penguatan kewenangan KY. Sementara M Taufik, salah satu pengacara di Solo, menilai, revitalisasi harus menyentuh internal institusi kehakiman mulai dari perekrutan yang menyediakan forum pelatihan dan pendidikan etika perilaku hakim.

Direktur Pukat UGM Zainal Arifin Mochtar menyatakan perlunya menguatkan peran KY sehingga berfungsi efektif merekrut hakim agung, mengawasi, dan menegakkan kehormatan peradilan.

Peneliti Pukat, Hifdzil Alim, mengaku pihaknya sudah menelusuri latar belakang calon anggota KY dari DIY. (WKM/ANA)

Senin, 26 Juli 2010

Ancaman class action terhadap Walikota berlanjut

Tutut Indrawati 25 Juli 2010

Solo (Espos)–Koordinator MT & P law firm sekaligus Pengacara Solo, M Taufik hingga saat ini dipastikan masih konsekuen untuk mengancam mengajukan class action terhadap Walikota Solo, Jokowi.

Pengajuan class action tersebut menyusul buruknya penataan parkir sekaligus terjadinya pengalihfungsian trotoar di sepanjang ruas jalan Slamet Riyadi. Berdasarkan data yang dihimpun Espos, mulai pertengahan Juli ini, pengacara Muh Taufik secara mengejutkan memberanikan diri untuk mengugat Jokowi. Setidaknya, hal tersebut akan dilakukan begitu pelantikan dilangsungkan tanggal 28 Juli nanti. Sembari menunggu waktu yang sudah direncanakan, pihaknya menunggu real action yang dilakukan Pemkot dalam waktu dekat.

“Hingga pekan ini saya melihat memang belum ada perubahan signifikan di ruas jalan Slamet Riyadi. Seperti yang diketahui, keberadan ruang publik berupa trotoar di jalan utama Solo ini sudah beralih fungsi menjadi tempat parkir. Sebut saja kawasan Hotel Western, Tony Jack, Solo Square, SGM, Indosat, LP, dan BCA Purwosari,” tegas dia saat ditemui wartawan di ruang kerjanya akhir pekan lalu.

Lebih lanjut dia mengatakan, sebelum mewacanakan bakal mengajukan class action, pihaknya sudah berusaha melakukan pendekatan dan koordinasi dengan Pemkot Solo. Dari pembicaraan yang ada, justru semakin membuktikan bahwa pengalihan fungsi trotoar tersebut begitu kentara. Menurut dia, pengajuan class action yang akan diajukannya dalam waktu dekat merupakan insiatif pribadi dan tanpa tendensi apapun. Sehingga, diharapkan kepada seluruh elemen masyarakat dapat memaklumi tujuan itu.

Dia mengatakan, terjadinya pengalihan fungsi trotoar di sepanjang ruas jalan Slamet Riyadi mengakibatkan pemandangan di jalan utama itu kurang menarik. Pasalnya, arus lalulintas menjadi macet dan memperburuk rupa Kota Solo. Padahal, disesuaikan dengan segala kondisi yang ada, mestinya Kota Solo masih dapat bebas dari kemacetan.

“Kalau memang begitu, selama pelantikan dilakukan dan tidak terjadi perubahan apa-apa, maka dalam waktu satu pekan berikutnya ancaman class action itu akan menjadi kenyataan. Saya menjamin omongan saya ini, tunggu saja,” ulas dia.

Konsep Pembangunan Sudah Salah Sejak Awal

Harian Joglosemar, Minggu, 25/07/2010 09:00 WIB - Deniawan Tommy Chandra Wijaya

Maraknya penyalahgunaan area publik untuk kepentingan bisnis itu mengusik kalangan akademisi Solo. Prof. Andrik Purwarsito, guru besar FISIP UNS, sepakat Pemkot Surakarta yang harus bertanggung jawab dalam perampasan area publik tersebut. ”Pemkot tidak bisa lari. Karena ini bukti Pemkot setengah hati dalam menjalankan tugas dan mengawasi jalannya pembangunan,” katanya.
Ia menilai, dalam merencanakan pembangunan, Pemkot sudah salah sejak awal. Karena hampir seluruh bentuk kebijakan yang terkait tata kota dan pengembangan ruang wilayah Kota Solo, mengarah ke bentuk kota metropolitan.
Ia berpendapat, dalam merencanakan pembangunan, Pemkot semestinya berpijak pada konsep kota agraris, di mana kelestarian alam dan peninggalan cagar budaya menjadi fokus utama pengembangan kota. Konsep seperti itu, kata dia, pernah dilakukan pemerintahan Paku Buwono X, raja Keraton Surakarta.”Di situ ada tempat hiburan, pusat bisnis dan perbelanjaan, tapi tidak merusak atmosfer budaya dan kelestarian alam seperti sekarang ini. Karena pendekatannya adalah konsep agraris bukan metropolitan. Saya pernah menyarankan ini kepada Jokowi,” ujarnya.
Andrik menyoroti, banyak bangunan di Kota Solo yang sebenarnya tidak pas dengan fungsinya, seperti city walk. Menurutnya, konsep pembangunan city walk hanya sekadar diadopsi dari manca negara, yang belum tentu sesuai dengan kebiasaan dan karakter warga Solo. ”Solo itu punya ikon transportasi tradisional seperti becak, dan dokar, yang harusnya jangan digusur tetapi dibikinkan jalur khusus. Saya kira itu lebih pas dari pada city walk di mana mayoritas warga Solo bukan tipe pejalan kaki seperti di Jepang, Singapura, dan Eropa,” paparnya.
Deniawan Tommy Chandra Wijaya

Perampasan Area Publik Ganggu Jokowi

Harian Joglosemar, Minggu, 25/07/2010 09:00 WIB - Deniawan Tommy Chandra Wijaya

Keluar dari rumah dinas Walikota Surakarta, di Loji Gandrung pekan pertama Juli lalu, pria berbadan tegap itu masih tampak kesal. Dia baru saja bertemu dengan orang nomor satu di Kota Solo, Walikota Joko Widodo (Jokowi) lengkap dengan empat pejabat Pemkot Surakarta. Mereka antara lain, Kepala Dinas Tata Ruang, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Kepala Satpol PP, dan Kepala Bagian Perpakiran DLLAJR Kota Surakarta.
”Walikota bilang, perilaku hukum warga Solo sangat rendah. Banyak warga dan pengusaha menyalaggunakan fasilitas umum untuk kepentingan bisnisnya,” ujarnya, menirukan ucapan Jokowi. Dialah Muhammad Taufiq, seorang advokat yang siap-siap menggugat Walikota Jokowi, sejumlah pejabat dan pengusaha yang dia tuding bersekongkol merampas area publik untuk kepentingan bisnis. Dari pertemuan itu, walikota Jokowi menjanjikan segera menertibkan sejumlah titik area publik yang dipersoalkan itu.
Sedikitnya ada enam titik lokasi area publik yang hingga kini masih tampak semrawut. Area trotoar yang wajib bebas dari parkir kendaraan, justru dibanjiri banyak kendaraan. Enam titik area publik itu antara lain, pertama, trotoar dan jalur lambat depan Solo Square. Kedua, jalur lambat depan Tony Jack sampai Indosat. Ketiga, di sekitar Solo Grand Mal. Keempat, di depan BCA Purwosari. Kelima di depan Hotel Best Western, dan keenam di depan Lembaga Pemasyarakatan Surakarta.
Diancam Digugat
Di enam titik area publik itu seharusnya bebas dari parkir kendaraan. Namun, faktanya justru dibanjiri kendaraan baik dari karyawan maupun pelanggan atau warga. Investigasi Joglosemar di enam titik area publik itu, hingga pekan ketiga bulan Juli belum berbenah.
Senin, 19 Juli sampai Kamis, 22 Juli 2010 enam titik area publik itu tetap menjadi ladang rezeki para juru parkir. Di depan Solo Square, dari siang hingga petang, para pelanggan tetap memarkirkan kendaraannya di area trotoar. Pemandangan yang sama juga masih tampak di lima titik area publik lainnya. Yang terparah terjadi di sekitar Solo Grand Mal, area city walk selain dipadati dengan kendaraan juga dimanfaatkan para PKL untuk meraup rezeki.
Ironisnya, pemandangan itu sengaja dibiarkan para juru parkir yang resmi dengan tiketnya yang legal. ”Sudah biasa, yang penting parkirnya bisa tertib,” ujar salah seorang juru parkir di Solo Square. Namun, hal yang dianggap biasa itu, tetap saja menuai kecaman dari pejalan kaki yang merasa hak area yang disediakan negara sulit diakses. ”Ya, terganggu, ini kan lahan untuk pejalan kaki, bukan lahan parkir. Harusnya kendaraan itu parkir di dalam, atau mal itu bikin lahan parkir di dalam yang bisa menampung semua kendaraan, tidak di trotoar seperti ini,” keluh Joko Pambudi yang setuju trotoar bebas dari kendaraan.
Belum adanya pembenahan area publik seperti yang dijanjikan Jokowi, niat gugatan class action itu kembali mencuat. Ditemui di kantor hukumnya di Laweyan, Senin pekan lalu, Taufiq bersama beberapa rekannya tampak menyiapkan lembaran materi gugatan class action yang bakal dialamatkan ke pasangan kepala daerah terpilih Kota Surakarta, Jokowi dan FX. Hadi Rudyatmo (Rudi). ”Saya mewakili masyarakat Solo untuk menyampaikan kritik membangun kepada walikota dengan wujud gugatan, sebagai bukti rasa sayang kami terhadap mereka,” ujarnya.
Selain Walikota dan seluruh kepala dinas dan SKPD terkait, Taufiq bakal menggugat pihak Hotel Diamond, Best Western, Solo Grand Mall, Tony Jack, Solo Square, BCA, Indosat, dan beberapa bangunan perkantoran lainnya yang terbukti sengaja menggunakan area publik untuk lahan parkir dan kepentingan bisnis mereka.
Pemakaian area publik itu, dituding Taufiq sebagai bentuk perampasan lahan negara untuk rakyat. Selain itu, tindakan tersebut juga termasuk kategori memanipulasi peraturan hukum terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas fasilitas umum tersebut. ”Ironisnya Pemkot Solo seperti melegalkan itu dengan memberikan karcis parkir resmi, kepada juru parkir dengan tarif parkir yang tidak jelas, hingga seringkali menimbulkan konflik di masyarakat,” ungkapnya. ”Ini jelas merupakan perbuatan melawan hukum, dan diperkirakan merugikan negara miliaran rupiah per bulannya jika dihitung dari sisi sewa dan pajak tanah.”
Janji Ditertibkan
Kalkulasi kerugian negara itu, dia prediksi dengan merinci harga lahan yang mencapai jutaan per meternya.”Misalnya lahan di Slamet Riyadi per meternya sudah mencapai Rp 7 juta per meter,” kata dia mencontohkan.
Ia menilai, pengusaha yang tidak bertanggung jawab dengan memanfaatkan area publik itu melanggar Perda 6/2005 mengenai lalu-lintas dan angkutan jalan, serta pasal 170, dan 550 KUHP mengenai perampasan dan perusakan barang yang bukan miliknya dengan ancaman hukuman hingga 5 tahun penjara. ”Bahkan jika terbukti Pemkot Solo bersekongkol atau dengan sengaja membiarkan perusakan dan perampasan itu terjadi, maka sesuai dengan bunyi pasal 55, dan 56 KUHP maka ancaman hukuman kepada walikota bisa ditambah sepertiga kali vonis yang diberikan hakim,” tegasnya.
”Kami bersedia damai dengan Pemkot, jika fasilitas umum itu dikembalikan ke fungsinya. Jika tidak, gugatan akan jalan terus. Dan dead line kami hanya sampai seminggu selepas Jokowi-Rudi dilantik kembali,” ancamnya.
Menanggapi ancaman gugatan, Jokowi yang ditemui di Balai Kota pekan lalu, mengakui memang ada penyalahgunaan sarana dan fasilitas umum. Namun, ia menegaskan hal itu bukan sengaja dibiarkan hingga berlarut-larut. Ia pun berkelit untuk menempuh langkah selanjutnya, jika ancaman gugatan itu benar-benar terjadi. ”Semangat gugatan itu bagus-bagus saja dan saya hargai. Tapi yang penting kami akan menjawabnya dengan langsung aksi secara nyata, melalui UPTD terkait yaitu Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) untuk menertibkan itu secepatnya,” katanya.
”Kalau masalah parkir itu gampang, tapi jika untuk PKL ya tentu saja kami butuh waktu supaya tidak terkesan asal main gusur saja.”

Selasa, 20 Juli 2010

Kembalikan fungsi ruang publik

Solopos, 20 Juli 2010

TAJUK
Sekali-kali coba Anda melakukan survei kecil. Berapa lama Anda bisa berjalan terus menerus di atas trotoar di Kota Solo tanpa terganggu oleh halangan apa pun? Rasanya hal itu nyaris mustahil dilakukan, apalagi di kawasan pusat Kota Solo.

Tak heran jika kemudian seorang advokat di Solo menggalang dukungan warga untuk mengajukan gugatan class action kepada Walikota Solo atas maraknya alih fungsi ruang publik seperti trotoar menjadi pendukung kegiatan privat atau bisnis komersial. Untunglah, sejauh ini Walikota Solo mengakui banyaknya pelanggaran terkait penggunaan fasilitas publik di Kota Solo, terutama trotoar dan jalur lambat. Walikota melalui otoritas terkait di Pemkot Solo berjanji segera membenahi pelanggaran penggunaan fasilitas publik tersebut.

Seperti terlihat selama ini, memang hak masyarakat nyaris tak dipenuhi sama sekali dengan banyak berubahnya fungsi fasilitas publik. Trotoar dan jalur lambat berubah fungsi menjadi area parkir atau perluasan area perdagangan atau toko. Dengan leluasa, pemilik toko menggunakan trotoar sebagai tempat memajang barang dagangan atau lokasi parkir.

Belum lagi para pedagang kali lima yang juga menglaim banyak lahan fasilitas publik. Banyak pula dijumpai ruas trotoar dan jalur lambat yang seolah-olah “dikuasai” oleh aktivitas bisnis komersial seperti hotel, restoran, rumah makan dan sejenisnya. Bahkan ada yang kemudian memagari trotoar secara sepihak.

Kondisi ini terus terjadi dari tahun ke tahun tanpa terlihat adanya upaya penertiban secara tegas dan besar-besaran dari aparat Pemkot. Akibatnya, kota menjadi tidak manusiawi lagi. Mengemukanya ide gugatan class action adalah satu bentuk kesadaran warga Kota Solo untuk menuntut penataan dan pengelolaan kota yang manusiawi. Hal ini sekaligus menjadi peringatan bagi Pemkot Solo dan juga pemerintah di daerah lain untuk tidak mengabaikan kondisi yang seolah-olah sudah menjadi kewajaran itu.

Tentu kita semua berharap, gugatan class action ini harus benar-benar mewakili aspirasi warga kota. Jangan hanya menjadi sarana kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Fungsi ruang publik (apapun wujudnya, seperti trotoar dan jalur lambat) terkait erat dengan “kemanusiaan” sebuah wilayah atau kota. Sebuah kota atau wilayah yang kehilangan nilai-nilai kemanusiaan berarti mati. Mengembalikan fungsi ruang publik sama dengan melestarikan nilai-nilai kemanusiaan

Senin, 19 Juli 2010

Dikritik, Walikota janji berbenah

Solo (Espos)–Walikota Solo, Joko Widodo (Jokowi) berjanji akan melakukan pembenahan atas sejumlah perkara yang dikritisi advokat, M Taufik.

Sebelumnya, pengacara Solo tersebut menyampaikan kritik atas alih fungsi lahan trotoar di sepanjang Jl Slamet Riyadi. Dalam jumpa pers, Rabu (14/7), Taufik menyayangkan sikap Pemerintah Kota (Pemkot) Solo yang memberi peluang pelanggaran atas regulasi mengenai lalu lintas dan angkutan jalan, khususnya kepada para pengusaha kelas menengah ke atas. Tindakan Pemkot juga dituding melanggar Peraturan Daerah (Perda) No 6/2005 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Walikota menerangkan, pihaknya telah meminta Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) segera melakukan pembenahan. Pembenahan dimaksud terkait upaya mengembalikan fungsi trotoar sebagaimana ketentuan dalam regulasi. Walikota mengakui ada yang tidak tepat dengan pemanfaatan lahan trotoar. Untuk itu, dalam waktu dekat, dia berjanji penertiban bakal dilakukan.

“Saya sudah ketemu pekan lalu, ya sudah. Ini sudah ke Pak Yob (Yob S Nugroho, Kepala DTRK Solo), DTRK nanti yang turun tangan. Akan ditertibkan, ya untuk trotoarnya, PKL (pedagang kaki lima) juga. Itu memang perlu dibenahi,” tegas Walikota, saat ditemui wartawan, di Balaikota, Jumat (16/7).

Minggu, 18 Juli 2010

Alih Fungsi Fasum untuk Kepentingan Umum

Suara Merdeka, edisi 19 Juli 2010

SOLO-Pemkot Surakarta tak ingin bersengketa di ranah hukum, terkait ancaman gugatan class action yang dilancarkan Firma Hukum Muhammad Taufik. Karena menurut Wali Kota Joko Widodo, rencana gugatan itu justru menjadi pendorong perbaikan.

Seperti diberitakan (14/7), Muhammad Taufik menilai, fasilitas umum (fasum) yang dialihfungsikan merupakan pelanggaran. Sejumlah fasum yang mendapat sorotan adalah trotoar dan jalur lambat yang digunakan untuk parkir atau berjualan.

Taufik juga menyoroti kondisi city walk yang justru menjadi lokasi pedagang kaki lima (PKL). Padahal, seharusnya merupakan akses untuk pejalan kaki.

Gugatan itu menurut rencana akan dilayangkan sepekan setelah pelantikan wali kota dan wakil wali kota terpilih pada Rabu mendatang (28/7). ’’Saya sudah bertemu dengan Pak Taufik soal penataan kota itu. Itu sebagai masukan yang baik dan kami pun sudah langsung ambil tindakan,’’ kata dia di Bale Tawangarum, Jumat (16/7).

Tindak lanjut itu, kata dia, sudah dikoordinasikan dengan pihak terkait. Misalnya Dinas Perhubungan (Dishub) yang memperingatkan sejumlah titik parkir yang menyalahi aturan.

Begitu pun dengan penataan PKL oleh Dinas Pengelola Pasar (DPP). Jokowi, begitu dia akrab disapa, melihat masalah tersebut tak perlu masuk ke ranah hukum.
’’Kalau kami diam saja ya itu silakan dibawa ke hukum. Tapi ini kan sudah ada perbaikan-perbaikan.’’

Beralih Fungsi

Hal senada disampaikan Sekda Budi Suharto. Dia menjelaskan, para pemilik usa­ha juga sudah diperingatkan terkait pe­nyalahgunaan fasum tersebut.

’’Saya kok tidak berpikir untuk masuk ke pengadilan. Tetapi adanya rencana class action itu tentu menjadi perhatian dan katalisator untuk perbaikan. Langkah itu juga sudah mulai kami lakukan,’’ ungkap Budi.

Kepala Dinas Pengelolaan Pasar Subagiyo mengakui, kawasan tersebut dioptimalkan untuk pemberdayaan ekonomi rakyat, salah satunya memberi ruang pada PKL. Keberadaan PKL sekaligus memberi fasilitas bagi yang bekerja di perkantoran sepanjang city walk agar mudah mendapat ma­kanan atau minuman. (J6-56,26)

Dituding alihfungsikan trotoar, walikota diancam class action

Solopos, edisi 14 Juli 2010

Solo (Espos)–Terjadinya alih fungsi trotoar di sepanjang ruas jalan Slamet Riyadi menyebabkan Walikota Solo, Jokowi diancam mendapatkan class action akhir bulan ini. Pengalihfungsian trotoar tersebut dianggap sebagai sebuah pelanggaran Perda lalulintas dan angkutan jalan serta mengarah ke perbuatan kriminal.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Koordinator MT & P law firm sekaligus Pengacara Solo, M Taufik di hadapan wartawan saat menggelar acara jumpa pers di kawasan Solo, Rabu (14/7). Pada kesempatan itu, M Taufik menyayangkan tidak adanya ketegasan terhadap penataan trotoar di ruas jalan Slamet Riyadi yang dikenal banyak dihuni kalangan pengusaha kelas menengah ke atas. Di mana, hal tersebut sangat njomplang dengan kawasan pasar di Banjarsari.

“Semua sudah tahu, kalau di Banjarsari dulu ada sekitar 2.000-an pedagang yang bersedia dipindah tanpa menimbulkan masalah. Nah, kenapa hal itu tidak dapat dilakukan di ruas jalan Slamet Riyadi,” kata dia.

Lebih lanjut dia mengatakan, terdapat beberapa titik di ruas jalan Slamet Riyadi yang secara terang-terangan mengalihkan fungsi trotoar sebagaimana mestinya, seperti di kawasan Hotel Western, Tony Jack, Solo Square, SGM, Indosat, LP, dan BCA Purwosari.

“Kalau memang tidak ada progress, setelah pelantikan tanggal 28 nanti (paling tidak sepekan setelahnya -red) class action akan kami ajukan. Toh, saya jamin ketika trotoar dikembalikan fungsinya, justru toko-toko yang ada di ruas Slamet Riyadi akan lebih ramai,” ulas dia.

Menurutnya, sejauh ini Walikota Solo dianggap hanya melakukan pembangunan secara fisik. Utamanya persoalan perilaku belum dilakukan pembangunan secara menyeluruh.

“Saya tidak akan berdamai menanggapi soal ini. Perlu diketahui juga, apa yang saya lakukan tidak ada kepentingan partai ataupun pengusaha. Ini murni sebuah apresiasi dari masyarakat Solo,” kata dia.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Espos, tanggal 5 Juli 2010 terjadi pertemuan antara Walikota Solo beserta jajarannya dengan M Taufik. Di mana, pada kesempatan itu dibahas persoalan pengembalian fungsi trotoar sebagaimana mestinya. Saat itu Walikota juga pernah menjanjikan akan menindak tegas terhadap unsur yang mengalihkan fungsi utama trotoar.

“Walikota kan punya hak diskresi, jadi gunakan hak tersebut. Hari ini tadi saya juga mendapatkan telepon dari Wawali kalau class action yang diajukan hendaknya dipending dulu. Karena, sejauh ini saya sedang bekerja,” ujar dia.


Minggu, 11 Juli 2010

Wajah Trotoar Kota Solo

Setelah pertemuan dengan Walikota tanggal 5 Juli 2010, Walikota berjanji akan segera melakukan tindakan terhadap para pengusaha maupun pedagang yang melanggar fasilitas umum. Namun, apa kenyataannya, tidak ada perubahan sama sekali terhadap tempat-tempat tersebut. Inilah foto-foto pelanggaran terhadap penggunaan fasilitas umum. (Foto diambil pada hari Minggu, 11 Juli 2010)

Depan Hotel Best Western


City Walk di sekitar Solo Grand Mall


Depan Lembaga Pemasyarakatan, Sebelah selatan Jalan


Sekitar Depan Lembaga Pemasyarakatan


Depan Kartor Disnakertrans Kota Surakarta


Depan Hotel Diamond, Jl. Slamet Riyadi

Jumat, 02 Juli 2010

WAJAH TROTOAR KOTA SOLO



Depan Solo Square









Depan Tony Jack


Depan Bank BCA Purwosari

Rabu, 30 Juni 2010

Siapkan gugatan class action Taufiq himpun warga nonpartai

Solopos, edisi Kamis 1 juli 2010 Hal III
Solo (Espos) Pengacara M Taufiq kini mulai menghimpun keterwakilan warga Solo dalam rencana gugatan class action kepada Walikota Solo, Jokowi awal pekan Juli 2010 ini.

Selain itu, pihaknya juga tengah melakukan sosialisasi kepada masyarakat Solo sebagai langkah awal mempersiapan gugatan hukum terkait maraknya pelanggaran Perda di Kota Solo. “Sosialisasi itu sebagai bagian dari publik hearing dan ruang menerima masukan-masukan dari warga,” kata Taufiq kepada Espos di ruang kerjanya, Rabu (30/6).

Meski demikian, Taufiq menolak keterwakilan warga Solo yang mengatasnamakan partai politik. Pihaknya hanya menerima warga Solo atas nama pribadi yang merasa dirugikan lantaran banyaknya lahan publik beralih ke penguasaan pribadi. “Sebab, gugatan ini untuk pendidikan hukum bagi warga Solo, bukan untuk kepentingan partai tertentu,” tegasnya.

Atas alasan itu pulalah, Taufiq sengaja tak mengambil momentum dalam berbagai kesempatan yang berpotensi ditunggangi kepentingan tertentu. “Jadi, setiap warga Solo yang cinta dengan kota ini, silakan bergabung untuk membenahi tatanan kota melalui jalur hukum,” tambahnya,

Pemkot, menurut Taufiq, sebenarnya memiliki kekuatan besar untuk menindak segala pelanggaran Perda yang terjadi di masyarakat. Sayangnya, sesal Taufiq, kekuatan besar ini—yang diistilahkan diskresi—tak berjalan sebagaimana layaknya. Sehingga, lambat laun pelanggaran Perda seakan menjadi bentuk kewajaran. “Jika menertibkan ratusan PKL saja mampu, kenapa menertibkan pengusaha-pengusaha besar yang memakai jalur lambat tak bisa,” tanyanya.

Sejumlah fakta yang disoroti Taufiq antara lain banyaknya perusahaan hotel, pertokoan usaha jasa lainnya yang sengaja memakai jalur lambat atau trotoar untuk usaha mereka. Bentuk pelanggaran Perda yang terjadi ialah lahan publik tersebut dipakai untuk lahan parkir, menaikkan turunkan barang, menaruh barang, hingga untuk kendaraan pribadi. “Hotel Best Western misalnya. Masak hotel berbintang lahan parkirnya memakai area publik?” terangnya.

Begitu pun di pusat perbelanjaan, seperti Solo Grand Mall atau Solo Square, yang menurutnya bahkan sudah menghilangkan lahan publik milik warga. - Oleh : asa

Senin, 28 Juni 2010

Pelanggaran Perda marak Walikota bakal digugat

Solo (Espos)
Pengacara M Taufiq dalam waktu dekat siap menyambut pelantikan walikota terpilih 2010-2015, Jokowi dengan gugatan class action. Gugatan itu terkait maraknya pelanggaran peraturan daerah (Perda) di Kota Solo.
Pengacara yang juga Ketua Peradi Solo tersebut menegaskan bahwa Solo kini penuh dengan pelanggaran Perda terkait fasilitas publik yang beralih ke penguasaan perorangan. ”Gugatan ini murni sebagai bentuk kecintaan saya atas Kota Solo, tanpa intervensi politik, ekonomi, atau kepentingan apapun,” tegas M Taufik kepada Espos, Sabtu (26/6).
Taufiq mengaku telah mengumpulkan sejumlah bukti terkait gugatan yang bakal dilayangkan awal pekan Juli nanti. Sejumlah bukti tersebut antara lain berupa daftar perusahaan-perusahaan disertai foto pelanggaran Perda IMB, tata ruang, serta Perda PKL di sejumlah kawasan jalan raya. Pelanggaran itu antara lain berupa pemakaian jalur lambat sebagai lahan parkir, trotoar untuk toko-toko, maupun city walk yang selama ini dipakai untuk parkir kendaraan dan jualan.
”Mereka adalah subjek yang terbukti melanggar Perda. Kami telah mengumpulkan unsur perwakilan yang dirugikan itu sebagai syarat-syarat terpenuhinya gugatan class action,” tegasnya.
Tak akan berdamai
Data-data itu akan dipakai untuk menggugat Pemkot Solo yang dinilai tidak serius menangani pelanggaran publik.
”Sebenarnya kami sudah lama ingin mengajukan gugatan ini. Namun karena ada acara-acara besar, mulai Pilkada, APMCHUD, Solo Batik Carnival, dan sebentar lagi pelantikan walikota terpilih, maka kami urungkan dulu. Kami tak ingin gugatan ini diintervensi kepentingan politik atau ekonomi,” paparnya.
Sebagai bentuk komitmennya, Taufiq berjanji tak akan berdamai dengan pihak-pihak manapun, termasuk pengusaha yang kaya sekalipun. Pihaknya hanya mau berdamai dengan Pemkot sepanjang walikota berani tegas menertibkan pelanggaran itu. ”Pelanggaran ini jelas merugikan hak warga Solo. Kepada pengusaha-pengusaha yang mencari ”makan” di Solo, ya mestinya patuh terhadap aturan di Solo,” urainya.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Tata Ruang Kota Solo, Yob S Nugroho menjelaskan Solo sebagai sebuah kota tentu tak lepas dari dinamika yang menyelimutinya. Bahkan, meski upaya penertiban terus digalakkan Pemkot, namun pelanggaran seakan terus bermunculan.
”Pemkot sebenarnya tak diam. Kini juga sedang menyiapkan Perda untuk penataan parkir. Tapi, intinya kami terbuka dengan segala kritik dari masyarakat,” terangnya. - Aries Susanto

Rabu, 09 Juni 2010

MT & P Bidik Penyalahgunaan Fasilitas Umum


Jumat, 04/06/2010 09:00 WIB - pin

GILINGAN—Kantor pengacara Muhammad Taufik & Partners (MT&P) tengah menyiapkan class action untuk menggugat banyaknya fasilitas umum di Kota Solo yang disalahgunakan. Hal itu diungkapkan oleh Muhammad Taufik selaku pemimpin MT&P saat berkunjung ke kantor Joglosemar, Kamis (3/6) sore.

Dijelaskan Taufik, bentuk penyalahgunaan fasilitas umum tersebut antara lain penggunaan city walk untuk tempat berjualan PKL, trotoar yang digunakan oleh toko untuk menaruh barang dagangan, serta jalur lambat yang digunakan untuk parkir mobil. Sebagian besar pelaku pelanggaran tersebut yakni perusahaan-perusahaan besar maupun kecil yang lokasinya berdekatan dengan fasilitas tersebut. Sehingga pelanggaran publik ini harus segera diluruskan agar tidak merugikan masyarakat umum dan pemerintah Kota Surakarta.

Ditambahkannya, saat ini pihaknya telah mengumpulkan bukti-bukti berupa nama perusahaan yang melanggar beserta dengan bukti autentik berupa gambar foto. Data-data ini nantinya akan digunakan untuk menggugat pemerintah yang dinilai tidak serius menangani pelanggaran publik. “Saya menilai itu dilakukan oleh sebuah perusahaan untuk kepentingan bisnis saja. Dan saya hanya ingin bernegosiasi dan berdamai dengan pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini,” ujarnya. (pin)

Rabu, 26 Mei 2010

Hadapi persaingan, Lawyer harus berkemampuan global

Dimuat di harian SOLOPOS tanggal 9 Mei 2010

By Arif Fajar on 8 Mei 2010

Solo (Espos)–Dalam era globalisasi, lawyer atau advokat di daerah dituntut mengembangkan diri agar bisa bersaing dengan lawyer asing. Lawyer semestinya tidak hanya berkutat pada masalah hukum dalam negeri tentang pidana dan perdata.

“Advokat yang hanya belajar tentang perdata dan pidana tidak akan mampu bersaing dengan lawyer asing. Padahal dalam pergaulan dunia yang tanpa batas atau borderless world ini mereka (lawyer asing) sudah banyak yang masuk ke negeri ini. Lalu kalau kita tidak siap, kita akan jauh ketinggalan,” ujar Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Surakarta, M Taufik kepada Espos di sela-sela acara ‘Sosialisasi Persetujuan Umum Tentang perdagangan Jasa (GATS/WTO) Dan Tantangan Bagi Profesi Hukum’, Sabtu (8/5) di RM Pringsewu Solo.

Oleh sebab itu, mulai sekarang advokat harus membuka diri untuk belajar tentang hukum global. Pihaknya juga mengakui adanya beberapa kelemahan lawyer lokal yang menjadi penghambat pengembangan karir mereka. Di antaranya adalah minimnya lawyer lokal yang menguasai bahasa asing sehingga sulit memahami hukum global.

Selain itu, firma hukum juga masih minim, padahal firma ini yang akan lebih dipercaya pihak asing. Para advokat lebih banyak yang membuka praktik sendiri. Sehingga dia menyarankan agar para lawyer ini bersinergi membuat firma.

Sementara itu, pakar Hukum Ekonomi Bisnis Internasional Undip Dr FX Joko Priyono SH MHum yang menjadi pembicara dalam acara tersebut juga menyampaikan beberapa solusi. Di antaranya adalah mengundang lawyer asing dan mengajaknya bergabung dalam firma. Diharapkan akan ada interaksi di dalamnya. “Interaksi tidak hanya menyangkut ilmu-ilmu hukum, tetapi juga Bahasa Inggris,” ujar pria yang merampungkan kuliah S3 di Unair.

Sementara itu, Ketua Bagian Hubungan Internasional pada Fakultas Hukum Undip Semarang, Kholis Roisah mengatakan kegiatan seminar tersebut merupakan upaya pemberdayaan lawyer, khususnya di Solo. Apalagi volume perdagangan di Solo sangat besar dan lebih besar dibandingkan dengan Ibukota Jawa Tengah, Semarang. Fakta ini memungkinkan kian bertambahnya investor asing yang masuk ke Solo dan membutuhkan jasa lawter.

“Nah, siapkah para lawyer khusunya Peradi Surakarta ini menghadapi globalisasi, misalnya menangani masalah bisnis-bisnis intermasional, perjanjian-perjanjian internasional dan sebagainya,” kata dia.

pin

Jumat, 21 Mei 2010

Makelar kasus Bergentayangan di Solo

Harian Joglosemar edisi Minggu, 25/04/2010

Sejumlah nama makelar kasus, bukan hal yang asing lagi bagi para advokat di Solo. Aksi mereka di ranah institusi penegak hukum cukup meresahkan para advokat yang serius dalam penegkan hukum dan keadilan. Beberapa makelar kasus ini sering terlihat di pengadilan, khususnya untuk kasus-kasus penyimpangan dana dari yayasan dan koperasi.

Dari berbagai sumber, tercatat ada tiga makelar kasus yang berkeliaran di wilayah Solo dan sekitarnya. Mereka berinisial Y, S dan SH.

Dengan aksi mereka, beberapa pihak yang tersandung kasus penyimpangan dana, bisa tuntas dan sekejap kasusnya ditutup. Anehnya, aksi mereka seperti membuat aparat penegak hukum seperti tak berdaya. Untuk membungkam aparat penegak hukum, tentunya dengan intimidasi dan pemberian uang suap.

Dalam menjalankan aksinya, mereka berkedok sebagai konsultan hukum gadungan. Karena setelah ditelusuri dari data Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) serta asosiasi para advokat seperti Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), nama para makelar kasus itu jelas tidak tercatat. Aksi mereka, jelas membuat geram para advokat di Solo, karena akses mereka ke institusi penegak hukum terhalang-halangi.

Keberadaan ketiga makelar kasus itu bukanlah isu belaka. Karena para advokat resmi pun membenarkan keberadaan dan ulah nakal mereka. Seperti yang diungkapkan Muhammad Taufiq, Ketua (Peradi) Cabang Solo. Peradi Solo yang beranggotakan 283 advokat ini, terang-terangan menyatakan perang terhadap para makelar kasus itu. ”Saya membenarkan ketiga makelar kasus itu memang ada. Mereka pengacara gadungan. Mereka tidak memakai istilah pengacara tapi konsultan hukum,” ungkap Taufiq saat ditemui di Kantor Peradi Solo.
”Mereka sering berkeliaran di pengadilan, kejaksaan, bahkan di kepolisian. Seharusnya aparat penegak hukum tahu itu.”

Berkedok Konsultan Hukum
Taufik mengatakan, sebenarnya, keberadaan para makelar kasus di wilayah Solo dan sekitarnya sudah ada sejak belasan tahun silam. Pihak Peradi mengaku sering memberikan masukan pada para aparat penegak hukum, namun itu terbukti tidak mempan. Karena hingga saat ini, aksi mereka masih berlangsung. ”Sayangnya hingga sekarang belum ada tindak lanjutnya,” kata Taufiq.
Ciri-ciri keberadaan para makelar kasus ini, sebenarnya sangat mudah dikenali, karena bisa dipastikan, mereka selalu terlihat dalam setiap acara sertijab pejabat hukum. Bahkan untuk meyakinkan para mangsanya, ketiga makelar kasus ini mendirikan kantor konsultan hukum, layaknya advokat. ”Tapi, mereka itu tak pernah beracara dalam hukum,” kata Taufiq.

Sedangkan modus operandinya, mereka mencari kasus dari media massa, atau dari jaringannya untuk kemudian merayu tersangka dengan iming-iming keringanan hukuman bahkan vonis bebas. Setelah tersangka termakan rayuan, para makelar kasus ini pun bergerilya untuk mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan.

”Untuk pengacara baku hantamnya, biasanya pakai dari Semarang. Sedangkan jenis kasus biasanya mereka pilih perkara koperasi atau badan usaha yang mau bangkrut karena tersandung masalah hukum. Tapi tak tertutup kemungkinan semua jenis kasus kejahatan bisa mereka makelarkan,” ungkap Taufiq.

Bahkan di lini kepolisian, kata Taufiq, para makelar kasus juga leluasa mengintervensi proses pembuatan BAP untuk para kliennya.”Ya, sampai ke pembuatan BAP segala,” ujarnya.
Terkait ongkos jasa sang makelar kasus, Taufiq mengatakan, berkisar antara puluhan hingga ratusan juta rupiah, tergantung jenis dan tingkatan kasus yang ditanganinya. Selain dikenal licin, dan rapi dalam bekerja, Taufiq mengungkapkan para makelar kasus ini juga sangat rakus dalam mencari korbannya. Bahkan dia mengaku, sudah berkali-kali ditawari kerjasama oleh para makelar kasus tersebut, tetapi selalu ditolaknya. ”Saya pernah dihubungi markus, dan terang-terangan mereka menawarkan diri untuk bekerjasama. Tapi saya tolak dan tidak saya temui,” tegasnya.

Taufik pun menegaskan jika Peradi tidak akan pernah menoleransi anggotanya yang terlibat kerjasama dengan makelar kasus. Dia berharap pihak kepolisian bisa secepatnya meringkus para makelar kasus ini, sebelum mencoreng citra kepolisian itu sendiri. ”Kami siap bekerjasama untuk itu, dan jika terbukti ada anggota Peradi yang terlibat markus, silakan tangkap dan pasti tidak akan kami lindungi,” janjinya.

Polisi Membantah
Meski ada data keberadaan markelar kasus di solo dan sekitarnya, seperti dibenarkan Peradi, namun pihak kepolisian membantahnya. Ketika dikonfirmasi Joglosemar terkait keberadaan makelar kasus seperti yang dibenarkan Peradi, Kasat Reskrim Poltabes Surakarta, Kompol Susilo Utomo mewakili Kapoltabes Kombes Pol Joko Irwanto mengatakan, belum menerima informasi apa pun dari Peradi. Selain itu, dia pun mengaku jika pihaknya, juga belum pernah mencium gelagat keberadaan makelar kasus di wilayah hukumnya.
Susilo mengatakan, dirinya terus memantau langsung aktivitas anggotanya dalam menjalankan tugas. Sehingga, dia menjamin tidak terjadi penyimpangan dari prosedur hukum yang ada. ”Sejauh yang kami tahu, sepertinya Kota Solo masih aman dari markus,” ujarnya.

Polisi Siap Memberangus
Dia menegaskan, jika semua tugas dan kewenangan yang dijalani kesatuannya semaksimal mungkin masih tetap berada dalam koridor yang benar, dan menjunjung tinggi martabat hukum itu sendiri. Bahkan Susilo menjamin, jika, semua hasil dari proses hukum yang ada bisa dipertanggung-jawabkan kebenarannya. ”Kami dalam bertugas selama ini masih bersifat normatif. Jika menemukan adanya penyimpangan, silakan lapor kepada kami,” tegasnya.
Terkait dengan makelar kasus berkedok konsultan hukum, Susilo menyatakan, juga tak pernah absen memantau perkembangan siapa saja advokat resmi di wilayah hukumnya. Selain itu, sebelum beracara, pihaknya pun selalu menanyakan identitas resmi si pengacara. Termasuk jika diperlukan juga berkoordinasi dengan berbagai pihak termasuk Peradi untuk mengecek keabsahan sang pengacara. ”Kami banyak kenal dengan pengacara resmi di Kota Solo. Jadi kalau ada pengacara palsu sepertinya akan sangat mudah kami ketahui,” tandasnya.
Akan tetapi jika Peradi berniat serius untuk mengungkap keberadaan makelar Kasus, Susilo menyatakan pihaknya siap untuk bekerjasama kapan saja. Bahkan, kerjasama untuk memberangus makelar kasus juga akan melibatkan aparat penegak hukum lain baik di kejaksaan maupun di pengadilan.”Silakan, kami siap bekerjasama dengan Peradi untuk memberantas markus. Dan kami juga tidak menoleransi apa pun bentuk markus itu sendiri,” pungkasnya. (***)

pin