Solopos, edisi Kamis 1 juli 2010 Hal III |
Solo (Espos) Pengacara M Taufiq kini mulai menghimpun keterwakilan warga Solo dalam rencana gugatan class action kepada Walikota Solo, Jokowi awal pekan Juli 2010 ini. |
Selain itu, pihaknya juga tengah melakukan sosialisasi kepada masyarakat Solo sebagai langkah awal mempersiapan gugatan hukum terkait maraknya pelanggaran Perda di Kota Solo. “Sosialisasi itu sebagai bagian dari publik hearing dan ruang menerima masukan-masukan dari warga,” kata Taufiq kepada Espos di ruang kerjanya, Rabu (30/6). Meski demikian, Taufiq menolak keterwakilan warga Solo yang mengatasnamakan partai politik. Pihaknya hanya menerima warga Solo atas nama pribadi yang merasa dirugikan lantaran banyaknya lahan publik beralih ke penguasaan pribadi. “Sebab, gugatan ini untuk pendidikan hukum bagi warga Solo, bukan untuk kepentingan partai tertentu,” tegasnya. Atas alasan itu pulalah, Taufiq sengaja tak mengambil momentum dalam berbagai kesempatan yang berpotensi ditunggangi kepentingan tertentu. “Jadi, setiap warga Solo yang cinta dengan kota ini, silakan bergabung untuk membenahi tatanan kota melalui jalur hukum,” tambahnya, Pemkot, menurut Taufiq, sebenarnya memiliki kekuatan besar untuk menindak segala pelanggaran Perda yang terjadi di masyarakat. Sayangnya, sesal Taufiq, kekuatan besar ini—yang diistilahkan diskresi—tak berjalan sebagaimana layaknya. Sehingga, lambat laun pelanggaran Perda seakan menjadi bentuk kewajaran. “Jika menertibkan ratusan PKL saja mampu, kenapa menertibkan pengusaha-pengusaha besar yang memakai jalur lambat tak bisa,” tanyanya. Sejumlah fakta yang disoroti Taufiq antara lain banyaknya perusahaan hotel, pertokoan usaha jasa lainnya yang sengaja memakai jalur lambat atau trotoar untuk usaha mereka. Bentuk pelanggaran Perda yang terjadi ialah lahan publik tersebut dipakai untuk lahan parkir, menaikkan turunkan barang, menaruh barang, hingga untuk kendaraan pribadi. “Hotel Best Western misalnya. Masak hotel berbintang lahan parkirnya memakai area publik?” terangnya. Begitu pun di pusat perbelanjaan, seperti Solo Grand Mall atau Solo Square, yang menurutnya bahkan sudah menghilangkan lahan publik milik warga. - Oleh : asa |
Rabu, 30 Juni 2010
Siapkan gugatan class action Taufiq himpun warga nonpartai
Diposting oleh Komunitas Advokat Muda di 20.12
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Rabu, 30 Juni 2010
Siapkan gugatan class action Taufiq himpun warga nonpartai
Solopos, edisi Kamis 1 juli 2010 Hal III |
Solo (Espos) Pengacara M Taufiq kini mulai menghimpun keterwakilan warga Solo dalam rencana gugatan class action kepada Walikota Solo, Jokowi awal pekan Juli 2010 ini. |
Selain itu, pihaknya juga tengah melakukan sosialisasi kepada masyarakat Solo sebagai langkah awal mempersiapan gugatan hukum terkait maraknya pelanggaran Perda di Kota Solo. “Sosialisasi itu sebagai bagian dari publik hearing dan ruang menerima masukan-masukan dari warga,” kata Taufiq kepada Espos di ruang kerjanya, Rabu (30/6). Meski demikian, Taufiq menolak keterwakilan warga Solo yang mengatasnamakan partai politik. Pihaknya hanya menerima warga Solo atas nama pribadi yang merasa dirugikan lantaran banyaknya lahan publik beralih ke penguasaan pribadi. “Sebab, gugatan ini untuk pendidikan hukum bagi warga Solo, bukan untuk kepentingan partai tertentu,” tegasnya. Atas alasan itu pulalah, Taufiq sengaja tak mengambil momentum dalam berbagai kesempatan yang berpotensi ditunggangi kepentingan tertentu. “Jadi, setiap warga Solo yang cinta dengan kota ini, silakan bergabung untuk membenahi tatanan kota melalui jalur hukum,” tambahnya, Pemkot, menurut Taufiq, sebenarnya memiliki kekuatan besar untuk menindak segala pelanggaran Perda yang terjadi di masyarakat. Sayangnya, sesal Taufiq, kekuatan besar ini—yang diistilahkan diskresi—tak berjalan sebagaimana layaknya. Sehingga, lambat laun pelanggaran Perda seakan menjadi bentuk kewajaran. “Jika menertibkan ratusan PKL saja mampu, kenapa menertibkan pengusaha-pengusaha besar yang memakai jalur lambat tak bisa,” tanyanya. Sejumlah fakta yang disoroti Taufiq antara lain banyaknya perusahaan hotel, pertokoan usaha jasa lainnya yang sengaja memakai jalur lambat atau trotoar untuk usaha mereka. Bentuk pelanggaran Perda yang terjadi ialah lahan publik tersebut dipakai untuk lahan parkir, menaikkan turunkan barang, menaruh barang, hingga untuk kendaraan pribadi. “Hotel Best Western misalnya. Masak hotel berbintang lahan parkirnya memakai area publik?” terangnya. Begitu pun di pusat perbelanjaan, seperti Solo Grand Mall atau Solo Square, yang menurutnya bahkan sudah menghilangkan lahan publik milik warga. - Oleh : asa |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar