Kamis, 29 Juli 2010
Surat Ketua Mahkamah Agung kepada Presiden KAI, Perihal Wadah/Organisasi Advokat
Diposting oleh Komunitas Advokat Muda di 00.44 0 komentar
Senin, 26 Juli 2010
Ancaman class action terhadap Walikota berlanjut
Harian Solopos By Tutut Indrawati on 25 Juli 2010
Solo (Espos)–Koordinator MT & P law firm sekaligus Pengacara Solo, M Taufik hingga saat ini dipastikan masih konsekuen untuk mengancam mengajukan class action terhadap Walikota Solo, Jokowi.
Pengajuan class action tersebut menyusul buruknya penataan parkir sekaligus terjadinya pengalihfungsian trotoar di sepanjang ruas jalan Slamet Riyadi. Berdasarkan data yang dihimpun Espos, mulai pertengahan Juli ini, pengacara Muh Taufik secara mengejutkan memberanikan diri untuk mengugat Jokowi. Setidaknya, hal tersebut akan dilakukan begitu pelantikan dilangsungkan tanggal 28 Juli nanti. Sembari menunggu waktu yang sudah direncanakan, pihaknya menunggu real action yang dilakukan Pemkot dalam waktu dekat.
“Hingga pekan ini saya melihat memang belum ada perubahan signifikan di ruas jalan Slamet Riyadi. Seperti yang diketahui, keberadan ruang publik berupa trotoar di jalan utama Solo ini sudah beralih fungsi menjadi tempat parkir. Sebut saja kawasan Hotel Western, Tony Jack, Solo Square, SGM, Indosat, LP, dan BCA Purwosari,” tegas dia saat ditemui wartawan di ruang kerjanya akhir pekan lalu.
Lebih lanjut dia mengatakan, sebelum mewacanakan bakal mengajukan class action, pihaknya sudah berusaha melakukan pendekatan dan koordinasi dengan Pemkot Solo. Dari pembicaraan yang ada, justru semakin membuktikan bahwa pengalihan fungsi trotoar tersebut begitu kentara. Menurut dia, pengajuan class action yang akan diajukannya dalam waktu dekat merupakan insiatif pribadi dan tanpa tendensi apapun. Sehingga, diharapkan kepada seluruh elemen masyarakat dapat memaklumi tujuan itu.
Dia mengatakan, terjadinya pengalihan fungsi trotoar di sepanjang ruas jalan Slamet Riyadi mengakibatkan pemandangan di jalan utama itu kurang menarik. Pasalnya, arus lalulintas menjadi macet dan memperburuk rupa Kota Solo. Padahal, disesuaikan dengan segala kondisi yang ada, mestinya Kota Solo masih dapat bebas dari kemacetan.
“Kalau memang begitu, selama pelantikan dilakukan dan tidak terjadi perubahan apa-apa, maka dalam waktu satu pekan berikutnya ancaman class action itu akan menjadi kenyataan. Saya menjamin omongan saya ini, tunggu saja,” ulas dia.
Diposting oleh Komunitas Advokat Muda di 01.11 0 komentar
Konsep Pembangunan Sudah Salah Sejak Awal
Maraknya penyalahgunaan area publik untuk kepentingan bisnis itu mengusik kalangan akademisi Solo. Prof. Andrik Purwarsito, guru besar FISIP UNS, sepakat Pemkot Surakarta yang harus bertanggung jawab dalam perampasan area publik tersebut. ”Pemkot tidak bisa lari. Karena ini bukti Pemkot setengah hati dalam menjalankan tugas dan mengawasi jalannya pembangunan,” katanya.
Ia menilai, dalam merencanakan pembangunan, Pemkot sudah salah sejak awal. Karena hampir seluruh bentuk kebijakan yang terkait tata kota dan pengembangan ruang wilayah Kota Solo, mengarah ke bentuk kota metropolitan.
Ia berpendapat, dalam merencanakan pembangunan, Pemkot semestinya berpijak pada konsep kota agraris, di mana kelestarian alam dan peninggalan cagar budaya menjadi fokus utama pengembangan kota. Konsep seperti itu, kata dia, pernah dilakukan pemerintahan Paku Buwono X, raja Keraton Surakarta.”Di situ ada tempat hiburan, pusat bisnis dan perbelanjaan, tapi tidak merusak atmosfer budaya dan kelestarian alam seperti sekarang ini. Karena pendekatannya adalah konsep agraris bukan metropolitan. Saya pernah menyarankan ini kepada Jokowi,” ujarnya.
Andrik menyoroti, banyak bangunan di Kota Solo yang sebenarnya tidak pas dengan fungsinya, seperti city walk. Menurutnya, konsep pembangunan city walk hanya sekadar diadopsi dari manca negara, yang belum tentu sesuai dengan kebiasaan dan karakter warga Solo. ”Solo itu punya ikon transportasi tradisional seperti becak, dan dokar, yang harusnya jangan digusur tetapi dibikinkan jalur khusus. Saya kira itu lebih pas dari pada city walk di mana mayoritas warga Solo bukan tipe pejalan kaki seperti di Jepang, Singapura, dan Eropa,” paparnya.
Deniawan Tommy Chandra Wijaya
Diposting oleh Komunitas Advokat Muda di 00.41 0 komentar
Perampasan Area Publik Ganggu Jokowi
Keluar dari rumah dinas Walikota Surakarta, di Loji Gandrung pekan pertama Juli lalu, pria berbadan tegap itu masih tampak kesal. Dia baru saja bertemu dengan orang nomor satu di Kota Solo, Walikota Joko Widodo (Jokowi) lengkap dengan empat pejabat Pemkot Surakarta. Mereka antara lain, Kepala Dinas Tata Ruang, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Kepala Satpol PP, dan Kepala Bagian Perpakiran DLLAJR Kota Surakarta.
”Walikota bilang, perilaku hukum warga Solo sangat rendah. Banyak warga dan pengusaha menyalaggunakan fasilitas umum untuk kepentingan bisnisnya,” ujarnya, menirukan ucapan Jokowi. Dialah Muhammad Taufiq, seorang advokat yang siap-siap menggugat Walikota Jokowi, sejumlah pejabat dan pengusaha yang dia tuding bersekongkol merampas area publik untuk kepentingan bisnis. Dari pertemuan itu, walikota Jokowi menjanjikan segera menertibkan sejumlah titik area publik yang dipersoalkan itu.
Sedikitnya ada enam titik lokasi area publik yang hingga kini masih tampak semrawut. Area trotoar yang wajib bebas dari parkir kendaraan, justru dibanjiri banyak kendaraan. Enam titik area publik itu antara lain, pertama, trotoar dan jalur lambat depan Solo Square. Kedua, jalur lambat depan Tony Jack sampai Indosat. Ketiga, di sekitar Solo Grand Mal. Keempat, di depan BCA Purwosari. Kelima di depan Hotel Best Western, dan keenam di depan Lembaga Pemasyarakatan Surakarta.
Diancam Digugat
Di enam titik area publik itu seharusnya bebas dari parkir kendaraan. Namun, faktanya justru dibanjiri kendaraan baik dari karyawan maupun pelanggan atau warga. Investigasi Joglosemar di enam titik area publik itu, hingga pekan ketiga bulan Juli belum berbenah.
Senin, 19 Juli sampai Kamis, 22 Juli 2010 enam titik area publik itu tetap menjadi ladang rezeki para juru parkir. Di depan Solo Square, dari siang hingga petang, para pelanggan tetap memarkirkan kendaraannya di area trotoar. Pemandangan yang sama juga masih tampak di lima titik area publik lainnya. Yang terparah terjadi di sekitar Solo Grand Mal, area city walk selain dipadati dengan kendaraan juga dimanfaatkan para PKL untuk meraup rezeki.
Ironisnya, pemandangan itu sengaja dibiarkan para juru parkir yang resmi dengan tiketnya yang legal. ”Sudah biasa, yang penting parkirnya bisa tertib,” ujar salah seorang juru parkir di Solo Square. Namun, hal yang dianggap biasa itu, tetap saja menuai kecaman dari pejalan kaki yang merasa hak area yang disediakan negara sulit diakses. ”Ya, terganggu, ini kan lahan untuk pejalan kaki, bukan lahan parkir. Harusnya kendaraan itu parkir di dalam, atau mal itu bikin lahan parkir di dalam yang bisa menampung semua kendaraan, tidak di trotoar seperti ini,” keluh Joko Pambudi yang setuju trotoar bebas dari kendaraan.
Belum adanya pembenahan area publik seperti yang dijanjikan Jokowi, niat gugatan class action itu kembali mencuat. Ditemui di kantor hukumnya di Laweyan, Senin pekan lalu, Taufiq bersama beberapa rekannya tampak menyiapkan lembaran materi gugatan class action yang bakal dialamatkan ke pasangan kepala daerah terpilih Kota Surakarta, Jokowi dan FX. Hadi Rudyatmo (Rudi). ”Saya mewakili masyarakat Solo untuk menyampaikan kritik membangun kepada walikota dengan wujud gugatan, sebagai bukti rasa sayang kami terhadap mereka,” ujarnya.
Selain Walikota dan seluruh kepala dinas dan SKPD terkait, Taufiq bakal menggugat pihak Hotel Diamond, Best Western, Solo Grand Mall, Tony Jack, Solo Square, BCA, Indosat, dan beberapa bangunan perkantoran lainnya yang terbukti sengaja menggunakan area publik untuk lahan parkir dan kepentingan bisnis mereka.
Pemakaian area publik itu, dituding Taufiq sebagai bentuk perampasan lahan negara untuk rakyat. Selain itu, tindakan tersebut juga termasuk kategori memanipulasi peraturan hukum terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas fasilitas umum tersebut. ”Ironisnya Pemkot Solo seperti melegalkan itu dengan memberikan karcis parkir resmi, kepada juru parkir dengan tarif parkir yang tidak jelas, hingga seringkali menimbulkan konflik di masyarakat,” ungkapnya. ”Ini jelas merupakan perbuatan melawan hukum, dan diperkirakan merugikan negara miliaran rupiah per bulannya jika dihitung dari sisi sewa dan pajak tanah.”
Janji Ditertibkan
Kalkulasi kerugian negara itu, dia prediksi dengan merinci harga lahan yang mencapai jutaan per meternya.”Misalnya lahan di Slamet Riyadi per meternya sudah mencapai Rp 7 juta per meter,” kata dia mencontohkan.
Ia menilai, pengusaha yang tidak bertanggung jawab dengan memanfaatkan area publik itu melanggar Perda 6/2005 mengenai lalu-lintas dan angkutan jalan, serta pasal 170, dan 550 KUHP mengenai perampasan dan perusakan barang yang bukan miliknya dengan ancaman hukuman hingga 5 tahun penjara. ”Bahkan jika terbukti Pemkot Solo bersekongkol atau dengan sengaja membiarkan perusakan dan perampasan itu terjadi, maka sesuai dengan bunyi pasal 55, dan 56 KUHP maka ancaman hukuman kepada walikota bisa ditambah sepertiga kali vonis yang diberikan hakim,” tegasnya.
”Kami bersedia damai dengan Pemkot, jika fasilitas umum itu dikembalikan ke fungsinya. Jika tidak, gugatan akan jalan terus. Dan dead line kami hanya sampai seminggu selepas Jokowi-Rudi dilantik kembali,” ancamnya.
Menanggapi ancaman gugatan, Jokowi yang ditemui di Balai Kota pekan lalu, mengakui memang ada penyalahgunaan sarana dan fasilitas umum. Namun, ia menegaskan hal itu bukan sengaja dibiarkan hingga berlarut-larut. Ia pun berkelit untuk menempuh langkah selanjutnya, jika ancaman gugatan itu benar-benar terjadi. ”Semangat gugatan itu bagus-bagus saja dan saya hargai. Tapi yang penting kami akan menjawabnya dengan langsung aksi secara nyata, melalui UPTD terkait yaitu Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) untuk menertibkan itu secepatnya,” katanya.
”Kalau masalah parkir itu gampang, tapi jika untuk PKL ya tentu saja kami butuh waktu supaya tidak terkesan asal main gusur saja.”
Diposting oleh Komunitas Advokat Muda di 00.39 0 komentar
Selasa, 20 Juli 2010
Kembalikan fungsi ruang publik
Solopos, 20 Juli 2010 TAJUK |
Sekali-kali coba Anda melakukan survei kecil. Berapa lama Anda bisa berjalan terus menerus di atas trotoar di Kota Solo tanpa terganggu oleh halangan apa pun? Rasanya hal itu nyaris mustahil dilakukan, apalagi di kawasan pusat Kota Solo. |
Tak heran jika kemudian seorang advokat di Solo menggalang dukungan warga untuk mengajukan gugatan class action kepada Walikota Solo atas maraknya alih fungsi ruang publik seperti trotoar menjadi pendukung kegiatan privat atau bisnis komersial. Untunglah, sejauh ini Walikota Solo mengakui banyaknya pelanggaran terkait penggunaan fasilitas publik di Kota Solo, terutama trotoar dan jalur lambat. Walikota melalui otoritas terkait di Pemkot Solo berjanji segera membenahi pelanggaran penggunaan fasilitas publik tersebut. Seperti terlihat selama ini, memang hak masyarakat nyaris tak dipenuhi sama sekali dengan banyak berubahnya fungsi fasilitas publik. Trotoar dan jalur lambat berubah fungsi menjadi area parkir atau perluasan area perdagangan atau toko. Dengan leluasa, pemilik toko menggunakan trotoar sebagai tempat memajang barang dagangan atau lokasi parkir. Belum lagi para pedagang kali lima yang juga menglaim banyak lahan fasilitas publik. Banyak pula dijumpai ruas trotoar dan jalur lambat yang seolah-olah “dikuasai” oleh aktivitas bisnis komersial seperti hotel, restoran, rumah makan dan sejenisnya. Bahkan ada yang kemudian memagari trotoar secara sepihak. Kondisi ini terus terjadi dari tahun ke tahun tanpa terlihat adanya upaya penertiban secara tegas dan besar-besaran dari aparat Pemkot. Akibatnya, kota menjadi tidak manusiawi lagi. Mengemukanya ide gugatan class action adalah satu bentuk kesadaran warga Kota Solo untuk menuntut penataan dan pengelolaan kota yang manusiawi. Hal ini sekaligus menjadi peringatan bagi Pemkot Solo dan juga pemerintah di daerah lain untuk tidak mengabaikan kondisi yang seolah-olah sudah menjadi kewajaran itu. Tentu kita semua berharap, gugatan class action ini harus benar-benar mewakili aspirasi warga kota. Jangan hanya menjadi sarana kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Fungsi ruang publik (apapun wujudnya, seperti trotoar dan jalur lambat) terkait erat dengan “kemanusiaan” sebuah wilayah atau kota. Sebuah kota atau wilayah yang kehilangan nilai-nilai kemanusiaan berarti mati. Mengembalikan fungsi ruang publik sama dengan melestarikan nilai-nilai kemanusiaan |
Diposting oleh Komunitas Advokat Muda di 21.43 0 komentar
Senin, 19 Juli 2010
Dikritik, Walikota janji berbenah
Sebelumnya, pengacara Solo tersebut menyampaikan kritik atas alih fungsi lahan trotoar di sepanjang Jl Slamet Riyadi. Dalam jumpa pers, Rabu (14/7), Taufik menyayangkan sikap Pemerintah Kota (Pemkot) Solo yang memberi peluang pelanggaran atas regulasi mengenai lalu lintas dan angkutan jalan, khususnya kepada para pengusaha kelas menengah ke atas. Tindakan Pemkot juga dituding melanggar Peraturan Daerah (Perda) No 6/2005 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Walikota menerangkan, pihaknya telah meminta Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) segera melakukan pembenahan. Pembenahan dimaksud terkait upaya mengembalikan fungsi trotoar sebagaimana ketentuan dalam regulasi. Walikota mengakui ada yang tidak tepat dengan pemanfaatan lahan trotoar. Untuk itu, dalam waktu dekat, dia berjanji penertiban bakal dilakukan.
“Saya sudah ketemu pekan lalu, ya sudah. Ini sudah ke Pak Yob (Yob S Nugroho, Kepala DTRK Solo), DTRK nanti yang turun tangan. Akan ditertibkan, ya untuk trotoarnya, PKL (pedagang kaki lima) juga. Itu memang perlu dibenahi,” tegas Walikota, saat ditemui wartawan, di Balaikota, Jumat (16/7).
Diposting oleh Komunitas Advokat Muda di 00.14 0 komentar
Minggu, 18 Juli 2010
Alih Fungsi Fasum untuk Kepentingan Umum
Suara Merdeka, edisi 19 Juli 2010
Seperti diberitakan (14/7), Muhammad Taufik menilai, fasilitas umum (fasum) yang dialihfungsikan merupakan pelanggaran. Sejumlah fasum yang mendapat sorotan adalah trotoar dan jalur lambat yang digunakan untuk parkir atau berjualan.
Taufik juga menyoroti kondisi city walk yang justru menjadi lokasi pedagang kaki lima (PKL). Padahal, seharusnya merupakan akses untuk pejalan kaki.
Gugatan itu menurut rencana akan dilayangkan sepekan setelah pelantikan wali kota dan wakil wali kota terpilih pada Rabu mendatang (28/7). ’’Saya sudah bertemu dengan Pak Taufik soal penataan kota itu. Itu sebagai masukan yang baik dan kami pun sudah langsung ambil tindakan,’’ kata dia di Bale Tawangarum, Jumat (16/7).
Tindak lanjut itu, kata dia, sudah dikoordinasikan dengan pihak terkait. Misalnya Dinas Perhubungan (Dishub) yang memperingatkan sejumlah titik parkir yang menyalahi aturan.
Begitu pun dengan penataan PKL oleh Dinas Pengelola Pasar (DPP). Jokowi, begitu dia akrab disapa, melihat masalah tersebut tak perlu masuk ke ranah hukum.
’’Kalau kami diam saja ya itu silakan dibawa ke hukum. Tapi ini kan sudah ada perbaikan-perbaikan.’’
Beralih Fungsi
Hal senada disampaikan Sekda Budi Suharto. Dia menjelaskan, para pemilik usaha juga sudah diperingatkan terkait penyalahgunaan fasum tersebut.
’’Saya kok tidak berpikir untuk masuk ke pengadilan. Tetapi adanya rencana class action itu tentu menjadi perhatian dan katalisator untuk perbaikan. Langkah itu juga sudah mulai kami lakukan,’’ ungkap Budi.
Kepala Dinas Pengelolaan Pasar Subagiyo mengakui, kawasan tersebut dioptimalkan untuk pemberdayaan ekonomi rakyat, salah satunya memberi ruang pada PKL. Keberadaan PKL sekaligus memberi fasilitas bagi yang bekerja di perkantoran sepanjang city walk agar mudah mendapat makanan atau minuman. (J6-56,26)
Diposting oleh Komunitas Advokat Muda di 23.56 0 komentar
Dituding alihfungsikan trotoar, walikota diancam class action
Solo (Espos)–Terjadinya alih fungsi trotoar di sepanjang ruas jalan Slamet Riyadi menyebabkan Walikota Solo, Jokowi diancam mendapatkan class action akhir bulan ini. Pengalihfungsian trotoar tersebut dianggap sebagai sebuah pelanggaran Perda lalulintas dan angkutan jalan serta mengarah ke perbuatan kriminal.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Koordinator MT & P law firm sekaligus Pengacara Solo, M Taufik di hadapan wartawan saat menggelar acara jumpa pers di kawasan Solo, Rabu (14/7). Pada kesempatan itu, M Taufik menyayangkan tidak adanya ketegasan terhadap penataan trotoar di ruas jalan Slamet Riyadi yang dikenal banyak dihuni kalangan pengusaha kelas menengah ke atas. Di mana, hal tersebut sangat njomplang dengan kawasan pasar di Banjarsari.
“Semua sudah tahu, kalau di Banjarsari dulu ada sekitar 2.000-an pedagang yang bersedia dipindah tanpa menimbulkan masalah. Nah, kenapa hal itu tidak dapat dilakukan di ruas jalan Slamet Riyadi,” kata dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, terdapat beberapa titik di ruas jalan Slamet Riyadi yang secara terang-terangan mengalihkan fungsi trotoar sebagaimana mestinya, seperti di kawasan Hotel Western, Tony Jack, Solo Square, SGM, Indosat, LP, dan BCA Purwosari.
“Kalau memang tidak ada progress, setelah pelantikan tanggal 28 nanti (paling tidak sepekan setelahnya -red) class action akan kami ajukan. Toh, saya jamin ketika trotoar dikembalikan fungsinya, justru toko-toko yang ada di ruas Slamet Riyadi akan lebih ramai,” ulas dia.
Menurutnya, sejauh ini Walikota Solo dianggap hanya melakukan pembangunan secara fisik. Utamanya persoalan perilaku belum dilakukan pembangunan secara menyeluruh.
“Saya tidak akan berdamai menanggapi soal ini. Perlu diketahui juga, apa yang saya lakukan tidak ada kepentingan partai ataupun pengusaha. Ini murni sebuah apresiasi dari masyarakat Solo,” kata dia.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Espos, tanggal 5 Juli 2010 terjadi pertemuan antara Walikota Solo beserta jajarannya dengan M Taufik. Di mana, pada kesempatan itu dibahas persoalan pengembalian fungsi trotoar sebagaimana mestinya. Saat itu Walikota juga pernah menjanjikan akan menindak tegas terhadap unsur yang mengalihkan fungsi utama trotoar.
“Walikota kan punya hak diskresi, jadi gunakan hak tersebut. Hari ini tadi saya juga mendapatkan telepon dari Wawali kalau class action yang diajukan hendaknya dipending dulu. Karena, sejauh ini saya sedang bekerja,” ujar dia.
Diposting oleh Komunitas Advokat Muda di 19.45 0 komentar
Minggu, 11 Juli 2010
Wajah Trotoar Kota Solo
Diposting oleh Komunitas Advokat Muda di 19.35 0 komentar
Jumat, 02 Juli 2010
Kamis, 29 Juli 2010
Senin, 26 Juli 2010
Ancaman class action terhadap Walikota berlanjut
Harian Solopos By Tutut Indrawati on 25 Juli 2010
Solo (Espos)–Koordinator MT & P law firm sekaligus Pengacara Solo, M Taufik hingga saat ini dipastikan masih konsekuen untuk mengancam mengajukan class action terhadap Walikota Solo, Jokowi.
Pengajuan class action tersebut menyusul buruknya penataan parkir sekaligus terjadinya pengalihfungsian trotoar di sepanjang ruas jalan Slamet Riyadi. Berdasarkan data yang dihimpun Espos, mulai pertengahan Juli ini, pengacara Muh Taufik secara mengejutkan memberanikan diri untuk mengugat Jokowi. Setidaknya, hal tersebut akan dilakukan begitu pelantikan dilangsungkan tanggal 28 Juli nanti. Sembari menunggu waktu yang sudah direncanakan, pihaknya menunggu real action yang dilakukan Pemkot dalam waktu dekat.
“Hingga pekan ini saya melihat memang belum ada perubahan signifikan di ruas jalan Slamet Riyadi. Seperti yang diketahui, keberadan ruang publik berupa trotoar di jalan utama Solo ini sudah beralih fungsi menjadi tempat parkir. Sebut saja kawasan Hotel Western, Tony Jack, Solo Square, SGM, Indosat, LP, dan BCA Purwosari,” tegas dia saat ditemui wartawan di ruang kerjanya akhir pekan lalu.
Lebih lanjut dia mengatakan, sebelum mewacanakan bakal mengajukan class action, pihaknya sudah berusaha melakukan pendekatan dan koordinasi dengan Pemkot Solo. Dari pembicaraan yang ada, justru semakin membuktikan bahwa pengalihan fungsi trotoar tersebut begitu kentara. Menurut dia, pengajuan class action yang akan diajukannya dalam waktu dekat merupakan insiatif pribadi dan tanpa tendensi apapun. Sehingga, diharapkan kepada seluruh elemen masyarakat dapat memaklumi tujuan itu.
Dia mengatakan, terjadinya pengalihan fungsi trotoar di sepanjang ruas jalan Slamet Riyadi mengakibatkan pemandangan di jalan utama itu kurang menarik. Pasalnya, arus lalulintas menjadi macet dan memperburuk rupa Kota Solo. Padahal, disesuaikan dengan segala kondisi yang ada, mestinya Kota Solo masih dapat bebas dari kemacetan.
“Kalau memang begitu, selama pelantikan dilakukan dan tidak terjadi perubahan apa-apa, maka dalam waktu satu pekan berikutnya ancaman class action itu akan menjadi kenyataan. Saya menjamin omongan saya ini, tunggu saja,” ulas dia.
Konsep Pembangunan Sudah Salah Sejak Awal
Maraknya penyalahgunaan area publik untuk kepentingan bisnis itu mengusik kalangan akademisi Solo. Prof. Andrik Purwarsito, guru besar FISIP UNS, sepakat Pemkot Surakarta yang harus bertanggung jawab dalam perampasan area publik tersebut. ”Pemkot tidak bisa lari. Karena ini bukti Pemkot setengah hati dalam menjalankan tugas dan mengawasi jalannya pembangunan,” katanya.
Ia menilai, dalam merencanakan pembangunan, Pemkot sudah salah sejak awal. Karena hampir seluruh bentuk kebijakan yang terkait tata kota dan pengembangan ruang wilayah Kota Solo, mengarah ke bentuk kota metropolitan.
Ia berpendapat, dalam merencanakan pembangunan, Pemkot semestinya berpijak pada konsep kota agraris, di mana kelestarian alam dan peninggalan cagar budaya menjadi fokus utama pengembangan kota. Konsep seperti itu, kata dia, pernah dilakukan pemerintahan Paku Buwono X, raja Keraton Surakarta.”Di situ ada tempat hiburan, pusat bisnis dan perbelanjaan, tapi tidak merusak atmosfer budaya dan kelestarian alam seperti sekarang ini. Karena pendekatannya adalah konsep agraris bukan metropolitan. Saya pernah menyarankan ini kepada Jokowi,” ujarnya.
Andrik menyoroti, banyak bangunan di Kota Solo yang sebenarnya tidak pas dengan fungsinya, seperti city walk. Menurutnya, konsep pembangunan city walk hanya sekadar diadopsi dari manca negara, yang belum tentu sesuai dengan kebiasaan dan karakter warga Solo. ”Solo itu punya ikon transportasi tradisional seperti becak, dan dokar, yang harusnya jangan digusur tetapi dibikinkan jalur khusus. Saya kira itu lebih pas dari pada city walk di mana mayoritas warga Solo bukan tipe pejalan kaki seperti di Jepang, Singapura, dan Eropa,” paparnya.
Deniawan Tommy Chandra Wijaya
Perampasan Area Publik Ganggu Jokowi
Keluar dari rumah dinas Walikota Surakarta, di Loji Gandrung pekan pertama Juli lalu, pria berbadan tegap itu masih tampak kesal. Dia baru saja bertemu dengan orang nomor satu di Kota Solo, Walikota Joko Widodo (Jokowi) lengkap dengan empat pejabat Pemkot Surakarta. Mereka antara lain, Kepala Dinas Tata Ruang, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Kepala Satpol PP, dan Kepala Bagian Perpakiran DLLAJR Kota Surakarta.
”Walikota bilang, perilaku hukum warga Solo sangat rendah. Banyak warga dan pengusaha menyalaggunakan fasilitas umum untuk kepentingan bisnisnya,” ujarnya, menirukan ucapan Jokowi. Dialah Muhammad Taufiq, seorang advokat yang siap-siap menggugat Walikota Jokowi, sejumlah pejabat dan pengusaha yang dia tuding bersekongkol merampas area publik untuk kepentingan bisnis. Dari pertemuan itu, walikota Jokowi menjanjikan segera menertibkan sejumlah titik area publik yang dipersoalkan itu.
Sedikitnya ada enam titik lokasi area publik yang hingga kini masih tampak semrawut. Area trotoar yang wajib bebas dari parkir kendaraan, justru dibanjiri banyak kendaraan. Enam titik area publik itu antara lain, pertama, trotoar dan jalur lambat depan Solo Square. Kedua, jalur lambat depan Tony Jack sampai Indosat. Ketiga, di sekitar Solo Grand Mal. Keempat, di depan BCA Purwosari. Kelima di depan Hotel Best Western, dan keenam di depan Lembaga Pemasyarakatan Surakarta.
Diancam Digugat
Di enam titik area publik itu seharusnya bebas dari parkir kendaraan. Namun, faktanya justru dibanjiri kendaraan baik dari karyawan maupun pelanggan atau warga. Investigasi Joglosemar di enam titik area publik itu, hingga pekan ketiga bulan Juli belum berbenah.
Senin, 19 Juli sampai Kamis, 22 Juli 2010 enam titik area publik itu tetap menjadi ladang rezeki para juru parkir. Di depan Solo Square, dari siang hingga petang, para pelanggan tetap memarkirkan kendaraannya di area trotoar. Pemandangan yang sama juga masih tampak di lima titik area publik lainnya. Yang terparah terjadi di sekitar Solo Grand Mal, area city walk selain dipadati dengan kendaraan juga dimanfaatkan para PKL untuk meraup rezeki.
Ironisnya, pemandangan itu sengaja dibiarkan para juru parkir yang resmi dengan tiketnya yang legal. ”Sudah biasa, yang penting parkirnya bisa tertib,” ujar salah seorang juru parkir di Solo Square. Namun, hal yang dianggap biasa itu, tetap saja menuai kecaman dari pejalan kaki yang merasa hak area yang disediakan negara sulit diakses. ”Ya, terganggu, ini kan lahan untuk pejalan kaki, bukan lahan parkir. Harusnya kendaraan itu parkir di dalam, atau mal itu bikin lahan parkir di dalam yang bisa menampung semua kendaraan, tidak di trotoar seperti ini,” keluh Joko Pambudi yang setuju trotoar bebas dari kendaraan.
Belum adanya pembenahan area publik seperti yang dijanjikan Jokowi, niat gugatan class action itu kembali mencuat. Ditemui di kantor hukumnya di Laweyan, Senin pekan lalu, Taufiq bersama beberapa rekannya tampak menyiapkan lembaran materi gugatan class action yang bakal dialamatkan ke pasangan kepala daerah terpilih Kota Surakarta, Jokowi dan FX. Hadi Rudyatmo (Rudi). ”Saya mewakili masyarakat Solo untuk menyampaikan kritik membangun kepada walikota dengan wujud gugatan, sebagai bukti rasa sayang kami terhadap mereka,” ujarnya.
Selain Walikota dan seluruh kepala dinas dan SKPD terkait, Taufiq bakal menggugat pihak Hotel Diamond, Best Western, Solo Grand Mall, Tony Jack, Solo Square, BCA, Indosat, dan beberapa bangunan perkantoran lainnya yang terbukti sengaja menggunakan area publik untuk lahan parkir dan kepentingan bisnis mereka.
Pemakaian area publik itu, dituding Taufiq sebagai bentuk perampasan lahan negara untuk rakyat. Selain itu, tindakan tersebut juga termasuk kategori memanipulasi peraturan hukum terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas fasilitas umum tersebut. ”Ironisnya Pemkot Solo seperti melegalkan itu dengan memberikan karcis parkir resmi, kepada juru parkir dengan tarif parkir yang tidak jelas, hingga seringkali menimbulkan konflik di masyarakat,” ungkapnya. ”Ini jelas merupakan perbuatan melawan hukum, dan diperkirakan merugikan negara miliaran rupiah per bulannya jika dihitung dari sisi sewa dan pajak tanah.”
Janji Ditertibkan
Kalkulasi kerugian negara itu, dia prediksi dengan merinci harga lahan yang mencapai jutaan per meternya.”Misalnya lahan di Slamet Riyadi per meternya sudah mencapai Rp 7 juta per meter,” kata dia mencontohkan.
Ia menilai, pengusaha yang tidak bertanggung jawab dengan memanfaatkan area publik itu melanggar Perda 6/2005 mengenai lalu-lintas dan angkutan jalan, serta pasal 170, dan 550 KUHP mengenai perampasan dan perusakan barang yang bukan miliknya dengan ancaman hukuman hingga 5 tahun penjara. ”Bahkan jika terbukti Pemkot Solo bersekongkol atau dengan sengaja membiarkan perusakan dan perampasan itu terjadi, maka sesuai dengan bunyi pasal 55, dan 56 KUHP maka ancaman hukuman kepada walikota bisa ditambah sepertiga kali vonis yang diberikan hakim,” tegasnya.
”Kami bersedia damai dengan Pemkot, jika fasilitas umum itu dikembalikan ke fungsinya. Jika tidak, gugatan akan jalan terus. Dan dead line kami hanya sampai seminggu selepas Jokowi-Rudi dilantik kembali,” ancamnya.
Menanggapi ancaman gugatan, Jokowi yang ditemui di Balai Kota pekan lalu, mengakui memang ada penyalahgunaan sarana dan fasilitas umum. Namun, ia menegaskan hal itu bukan sengaja dibiarkan hingga berlarut-larut. Ia pun berkelit untuk menempuh langkah selanjutnya, jika ancaman gugatan itu benar-benar terjadi. ”Semangat gugatan itu bagus-bagus saja dan saya hargai. Tapi yang penting kami akan menjawabnya dengan langsung aksi secara nyata, melalui UPTD terkait yaitu Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) untuk menertibkan itu secepatnya,” katanya.
”Kalau masalah parkir itu gampang, tapi jika untuk PKL ya tentu saja kami butuh waktu supaya tidak terkesan asal main gusur saja.”
Selasa, 20 Juli 2010
Kembalikan fungsi ruang publik
Solopos, 20 Juli 2010 TAJUK |
Sekali-kali coba Anda melakukan survei kecil. Berapa lama Anda bisa berjalan terus menerus di atas trotoar di Kota Solo tanpa terganggu oleh halangan apa pun? Rasanya hal itu nyaris mustahil dilakukan, apalagi di kawasan pusat Kota Solo. |
Tak heran jika kemudian seorang advokat di Solo menggalang dukungan warga untuk mengajukan gugatan class action kepada Walikota Solo atas maraknya alih fungsi ruang publik seperti trotoar menjadi pendukung kegiatan privat atau bisnis komersial. Untunglah, sejauh ini Walikota Solo mengakui banyaknya pelanggaran terkait penggunaan fasilitas publik di Kota Solo, terutama trotoar dan jalur lambat. Walikota melalui otoritas terkait di Pemkot Solo berjanji segera membenahi pelanggaran penggunaan fasilitas publik tersebut. Seperti terlihat selama ini, memang hak masyarakat nyaris tak dipenuhi sama sekali dengan banyak berubahnya fungsi fasilitas publik. Trotoar dan jalur lambat berubah fungsi menjadi area parkir atau perluasan area perdagangan atau toko. Dengan leluasa, pemilik toko menggunakan trotoar sebagai tempat memajang barang dagangan atau lokasi parkir. Belum lagi para pedagang kali lima yang juga menglaim banyak lahan fasilitas publik. Banyak pula dijumpai ruas trotoar dan jalur lambat yang seolah-olah “dikuasai” oleh aktivitas bisnis komersial seperti hotel, restoran, rumah makan dan sejenisnya. Bahkan ada yang kemudian memagari trotoar secara sepihak. Kondisi ini terus terjadi dari tahun ke tahun tanpa terlihat adanya upaya penertiban secara tegas dan besar-besaran dari aparat Pemkot. Akibatnya, kota menjadi tidak manusiawi lagi. Mengemukanya ide gugatan class action adalah satu bentuk kesadaran warga Kota Solo untuk menuntut penataan dan pengelolaan kota yang manusiawi. Hal ini sekaligus menjadi peringatan bagi Pemkot Solo dan juga pemerintah di daerah lain untuk tidak mengabaikan kondisi yang seolah-olah sudah menjadi kewajaran itu. Tentu kita semua berharap, gugatan class action ini harus benar-benar mewakili aspirasi warga kota. Jangan hanya menjadi sarana kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Fungsi ruang publik (apapun wujudnya, seperti trotoar dan jalur lambat) terkait erat dengan “kemanusiaan” sebuah wilayah atau kota. Sebuah kota atau wilayah yang kehilangan nilai-nilai kemanusiaan berarti mati. Mengembalikan fungsi ruang publik sama dengan melestarikan nilai-nilai kemanusiaan |
Senin, 19 Juli 2010
Dikritik, Walikota janji berbenah
Sebelumnya, pengacara Solo tersebut menyampaikan kritik atas alih fungsi lahan trotoar di sepanjang Jl Slamet Riyadi. Dalam jumpa pers, Rabu (14/7), Taufik menyayangkan sikap Pemerintah Kota (Pemkot) Solo yang memberi peluang pelanggaran atas regulasi mengenai lalu lintas dan angkutan jalan, khususnya kepada para pengusaha kelas menengah ke atas. Tindakan Pemkot juga dituding melanggar Peraturan Daerah (Perda) No 6/2005 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Walikota menerangkan, pihaknya telah meminta Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) segera melakukan pembenahan. Pembenahan dimaksud terkait upaya mengembalikan fungsi trotoar sebagaimana ketentuan dalam regulasi. Walikota mengakui ada yang tidak tepat dengan pemanfaatan lahan trotoar. Untuk itu, dalam waktu dekat, dia berjanji penertiban bakal dilakukan.
“Saya sudah ketemu pekan lalu, ya sudah. Ini sudah ke Pak Yob (Yob S Nugroho, Kepala DTRK Solo), DTRK nanti yang turun tangan. Akan ditertibkan, ya untuk trotoarnya, PKL (pedagang kaki lima) juga. Itu memang perlu dibenahi,” tegas Walikota, saat ditemui wartawan, di Balaikota, Jumat (16/7).
Minggu, 18 Juli 2010
Alih Fungsi Fasum untuk Kepentingan Umum
Suara Merdeka, edisi 19 Juli 2010
Seperti diberitakan (14/7), Muhammad Taufik menilai, fasilitas umum (fasum) yang dialihfungsikan merupakan pelanggaran. Sejumlah fasum yang mendapat sorotan adalah trotoar dan jalur lambat yang digunakan untuk parkir atau berjualan.
Taufik juga menyoroti kondisi city walk yang justru menjadi lokasi pedagang kaki lima (PKL). Padahal, seharusnya merupakan akses untuk pejalan kaki.
Gugatan itu menurut rencana akan dilayangkan sepekan setelah pelantikan wali kota dan wakil wali kota terpilih pada Rabu mendatang (28/7). ’’Saya sudah bertemu dengan Pak Taufik soal penataan kota itu. Itu sebagai masukan yang baik dan kami pun sudah langsung ambil tindakan,’’ kata dia di Bale Tawangarum, Jumat (16/7).
Tindak lanjut itu, kata dia, sudah dikoordinasikan dengan pihak terkait. Misalnya Dinas Perhubungan (Dishub) yang memperingatkan sejumlah titik parkir yang menyalahi aturan.
Begitu pun dengan penataan PKL oleh Dinas Pengelola Pasar (DPP). Jokowi, begitu dia akrab disapa, melihat masalah tersebut tak perlu masuk ke ranah hukum.
’’Kalau kami diam saja ya itu silakan dibawa ke hukum. Tapi ini kan sudah ada perbaikan-perbaikan.’’
Beralih Fungsi
Hal senada disampaikan Sekda Budi Suharto. Dia menjelaskan, para pemilik usaha juga sudah diperingatkan terkait penyalahgunaan fasum tersebut.
’’Saya kok tidak berpikir untuk masuk ke pengadilan. Tetapi adanya rencana class action itu tentu menjadi perhatian dan katalisator untuk perbaikan. Langkah itu juga sudah mulai kami lakukan,’’ ungkap Budi.
Kepala Dinas Pengelolaan Pasar Subagiyo mengakui, kawasan tersebut dioptimalkan untuk pemberdayaan ekonomi rakyat, salah satunya memberi ruang pada PKL. Keberadaan PKL sekaligus memberi fasilitas bagi yang bekerja di perkantoran sepanjang city walk agar mudah mendapat makanan atau minuman. (J6-56,26)
Dituding alihfungsikan trotoar, walikota diancam class action
Solo (Espos)–Terjadinya alih fungsi trotoar di sepanjang ruas jalan Slamet Riyadi menyebabkan Walikota Solo, Jokowi diancam mendapatkan class action akhir bulan ini. Pengalihfungsian trotoar tersebut dianggap sebagai sebuah pelanggaran Perda lalulintas dan angkutan jalan serta mengarah ke perbuatan kriminal.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Koordinator MT & P law firm sekaligus Pengacara Solo, M Taufik di hadapan wartawan saat menggelar acara jumpa pers di kawasan Solo, Rabu (14/7). Pada kesempatan itu, M Taufik menyayangkan tidak adanya ketegasan terhadap penataan trotoar di ruas jalan Slamet Riyadi yang dikenal banyak dihuni kalangan pengusaha kelas menengah ke atas. Di mana, hal tersebut sangat njomplang dengan kawasan pasar di Banjarsari.
“Semua sudah tahu, kalau di Banjarsari dulu ada sekitar 2.000-an pedagang yang bersedia dipindah tanpa menimbulkan masalah. Nah, kenapa hal itu tidak dapat dilakukan di ruas jalan Slamet Riyadi,” kata dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, terdapat beberapa titik di ruas jalan Slamet Riyadi yang secara terang-terangan mengalihkan fungsi trotoar sebagaimana mestinya, seperti di kawasan Hotel Western, Tony Jack, Solo Square, SGM, Indosat, LP, dan BCA Purwosari.
“Kalau memang tidak ada progress, setelah pelantikan tanggal 28 nanti (paling tidak sepekan setelahnya -red) class action akan kami ajukan. Toh, saya jamin ketika trotoar dikembalikan fungsinya, justru toko-toko yang ada di ruas Slamet Riyadi akan lebih ramai,” ulas dia.
Menurutnya, sejauh ini Walikota Solo dianggap hanya melakukan pembangunan secara fisik. Utamanya persoalan perilaku belum dilakukan pembangunan secara menyeluruh.
“Saya tidak akan berdamai menanggapi soal ini. Perlu diketahui juga, apa yang saya lakukan tidak ada kepentingan partai ataupun pengusaha. Ini murni sebuah apresiasi dari masyarakat Solo,” kata dia.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Espos, tanggal 5 Juli 2010 terjadi pertemuan antara Walikota Solo beserta jajarannya dengan M Taufik. Di mana, pada kesempatan itu dibahas persoalan pengembalian fungsi trotoar sebagaimana mestinya. Saat itu Walikota juga pernah menjanjikan akan menindak tegas terhadap unsur yang mengalihkan fungsi utama trotoar.
“Walikota kan punya hak diskresi, jadi gunakan hak tersebut. Hari ini tadi saya juga mendapatkan telepon dari Wawali kalau class action yang diajukan hendaknya dipending dulu. Karena, sejauh ini saya sedang bekerja,” ujar dia.