SELAMAT BERGABUNG BERSAMA KAMI KOMUNITAS ADVOKAT MUDA, TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA

Selasa, 20 Juli 2010

Kembalikan fungsi ruang publik

Solopos, 20 Juli 2010

TAJUK
Sekali-kali coba Anda melakukan survei kecil. Berapa lama Anda bisa berjalan terus menerus di atas trotoar di Kota Solo tanpa terganggu oleh halangan apa pun? Rasanya hal itu nyaris mustahil dilakukan, apalagi di kawasan pusat Kota Solo.

Tak heran jika kemudian seorang advokat di Solo menggalang dukungan warga untuk mengajukan gugatan class action kepada Walikota Solo atas maraknya alih fungsi ruang publik seperti trotoar menjadi pendukung kegiatan privat atau bisnis komersial. Untunglah, sejauh ini Walikota Solo mengakui banyaknya pelanggaran terkait penggunaan fasilitas publik di Kota Solo, terutama trotoar dan jalur lambat. Walikota melalui otoritas terkait di Pemkot Solo berjanji segera membenahi pelanggaran penggunaan fasilitas publik tersebut.

Seperti terlihat selama ini, memang hak masyarakat nyaris tak dipenuhi sama sekali dengan banyak berubahnya fungsi fasilitas publik. Trotoar dan jalur lambat berubah fungsi menjadi area parkir atau perluasan area perdagangan atau toko. Dengan leluasa, pemilik toko menggunakan trotoar sebagai tempat memajang barang dagangan atau lokasi parkir.

Belum lagi para pedagang kali lima yang juga menglaim banyak lahan fasilitas publik. Banyak pula dijumpai ruas trotoar dan jalur lambat yang seolah-olah “dikuasai” oleh aktivitas bisnis komersial seperti hotel, restoran, rumah makan dan sejenisnya. Bahkan ada yang kemudian memagari trotoar secara sepihak.

Kondisi ini terus terjadi dari tahun ke tahun tanpa terlihat adanya upaya penertiban secara tegas dan besar-besaran dari aparat Pemkot. Akibatnya, kota menjadi tidak manusiawi lagi. Mengemukanya ide gugatan class action adalah satu bentuk kesadaran warga Kota Solo untuk menuntut penataan dan pengelolaan kota yang manusiawi. Hal ini sekaligus menjadi peringatan bagi Pemkot Solo dan juga pemerintah di daerah lain untuk tidak mengabaikan kondisi yang seolah-olah sudah menjadi kewajaran itu.

Tentu kita semua berharap, gugatan class action ini harus benar-benar mewakili aspirasi warga kota. Jangan hanya menjadi sarana kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Fungsi ruang publik (apapun wujudnya, seperti trotoar dan jalur lambat) terkait erat dengan “kemanusiaan” sebuah wilayah atau kota. Sebuah kota atau wilayah yang kehilangan nilai-nilai kemanusiaan berarti mati. Mengembalikan fungsi ruang publik sama dengan melestarikan nilai-nilai kemanusiaan

0 komentar:

Selasa, 20 Juli 2010

Kembalikan fungsi ruang publik

Solopos, 20 Juli 2010

TAJUK
Sekali-kali coba Anda melakukan survei kecil. Berapa lama Anda bisa berjalan terus menerus di atas trotoar di Kota Solo tanpa terganggu oleh halangan apa pun? Rasanya hal itu nyaris mustahil dilakukan, apalagi di kawasan pusat Kota Solo.

Tak heran jika kemudian seorang advokat di Solo menggalang dukungan warga untuk mengajukan gugatan class action kepada Walikota Solo atas maraknya alih fungsi ruang publik seperti trotoar menjadi pendukung kegiatan privat atau bisnis komersial. Untunglah, sejauh ini Walikota Solo mengakui banyaknya pelanggaran terkait penggunaan fasilitas publik di Kota Solo, terutama trotoar dan jalur lambat. Walikota melalui otoritas terkait di Pemkot Solo berjanji segera membenahi pelanggaran penggunaan fasilitas publik tersebut.

Seperti terlihat selama ini, memang hak masyarakat nyaris tak dipenuhi sama sekali dengan banyak berubahnya fungsi fasilitas publik. Trotoar dan jalur lambat berubah fungsi menjadi area parkir atau perluasan area perdagangan atau toko. Dengan leluasa, pemilik toko menggunakan trotoar sebagai tempat memajang barang dagangan atau lokasi parkir.

Belum lagi para pedagang kali lima yang juga menglaim banyak lahan fasilitas publik. Banyak pula dijumpai ruas trotoar dan jalur lambat yang seolah-olah “dikuasai” oleh aktivitas bisnis komersial seperti hotel, restoran, rumah makan dan sejenisnya. Bahkan ada yang kemudian memagari trotoar secara sepihak.

Kondisi ini terus terjadi dari tahun ke tahun tanpa terlihat adanya upaya penertiban secara tegas dan besar-besaran dari aparat Pemkot. Akibatnya, kota menjadi tidak manusiawi lagi. Mengemukanya ide gugatan class action adalah satu bentuk kesadaran warga Kota Solo untuk menuntut penataan dan pengelolaan kota yang manusiawi. Hal ini sekaligus menjadi peringatan bagi Pemkot Solo dan juga pemerintah di daerah lain untuk tidak mengabaikan kondisi yang seolah-olah sudah menjadi kewajaran itu.

Tentu kita semua berharap, gugatan class action ini harus benar-benar mewakili aspirasi warga kota. Jangan hanya menjadi sarana kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Fungsi ruang publik (apapun wujudnya, seperti trotoar dan jalur lambat) terkait erat dengan “kemanusiaan” sebuah wilayah atau kota. Sebuah kota atau wilayah yang kehilangan nilai-nilai kemanusiaan berarti mati. Mengembalikan fungsi ruang publik sama dengan melestarikan nilai-nilai kemanusiaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar